Larangan Sandiaga Dicuekin, Ruko Beroperasi di Pulau Reklamasi

Larangan Sandiaga Dicuekin, Ruko Beroperasi di Pulau Reklamasi

Gelora News
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co - Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno melarang penggunaan bangunan di pulau reklamasi sebelum perizinannya rampung. Larangan itu juga berlaku untuk penyelenggaraan usaha, termasuk rumah kantor atau ruko. “Pesannya jelas, digunakan sebelum kami keluarkan izin resmi itu namanya pelanggaran,” katanya, Rabu 3 Januari 2018.

Namun, dari reportase wartawan Tempo ke Pulau D, ditemukan satu unit rumah kantor atau ruko yang sudah berpenghuni dan beroperasi. Pulau D dibangun oleh anak perusahaan Agung Sedayu Group, PT Kapuk Naga Indah. Hasil reportase ini ditulis Koran Tempo terbitan Kamis, 4 Januari 2018.

Papan petunjuk unit ruko tersebut bertulisan nama perusahaan agen properti Re/Max Ritz. Lokasinya berada di Boulevard Pulau D. Pada pintu kacanya diinformasikan jika kantor itu “buka”. Ruko Re/Max Ritz ini terletak di deretan rumah kantor dekat Ring Park SVE-27.

Seorang anggota staf pemasaran Re/Max Ritz mengatakan mereka membuka kantor itu kurang dari satu bulan lalu. Namun dia menolak menjawab ketika ditanyai ihwal perizinan bangunan yang ditempati perusahaannya. “Soal itu, lebih baik Anda tanya ke manajemen pulau,” kata dia pada Selasa, 2 Januari 2018.

Tak jauh dari kantor Re/Max Ritz, deretan bangunan di sisi utara bundaran sudah hampir rampung. Para pekerja masih menyelesaikan bangunan lima lantai tersebut. Di belakang gedung itu, di sisi utara Pulau D, sejumlah alat berat terus menderu.

Sandiaga tak merinci sanksi atas pelanggaran izin bangunan di Pulau D itu. Menurut dia, dirinya dan Gubernur Anies Baswedan sedang menyisir kebijakan dan aturan-aturan untuk pulau reklamasi. Tujuannya adalah agar kebijakan itu tidak saling bertabrakan dari sisi lingkungan, hukum, dan ekonomi.

Penggunaan unit rumah kantor di Pulau D melanggar lantaran semua bangunan di atas pulau buatan itu belum memiliki izin mendirikan bangunan (IMB). Izin belum terbit akibat pembatalan pembahasan dua rancangan peraturan daerah yang mengatur pulau reklamasi.

Dua rancangan peraturan daerah itu sedianya akan menjadi dasar pemerintah DKI Jakarta untuk menerbitkan IMB. Pembahasan kedua raperda, Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dan Rencana Zonasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, terhenti sejak April tahun lalu. Gubernur Anies pun menarik kembali kedua raperda itu untuk direvisi.

Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2010 tentang Bangunan Gedung, pemilik gedung wajib memiliki bukti kepemilikan gedung. Adapun bukti kepemilikan itu diterbitkan setelah bangunan itu memilik IMB dan sertifikat laik fungsi (SLF). Pasal 172 menyatakan pemerintah daerah memutuskan bangunan yang tak memiliki IMB akan dibongkar.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan peraturan pelaksanaannya, Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005, menyatakan hal yang sama. Bangunan gedung yang tak memiliki IMB harus dibongkar. Selain itu, pemilik bangunan juga harus membayar denda 10 persen dari nilai bangunan.

Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan DKI Jakarta, Benny Agus Chandra, mengatakan instansinya belum bisa membongkar bangunan di pulau reklamasi karena terhambat masalah aturan. “Kami kesulitan karena peraturan daerah tentang reklamasi belum ada,” kata dia.

Menurut Benny, Dinas sudah menerbitkan surat perintah bongkar atas bangunan di Pulau C dan D akhir Oktober lalu. Namun Kapuk Naga Indah meminta agar bangunan mereka tak dibongkar. Permintaan itu dikabulkan dengan pertimbangan belum adanya dasar hukum di pulau reklamasi. “Nanti kalau dibongkar, ternyata peruntukannya sesuai, kan sayang,” kata Benny.

Kuasa hukum PT Kapuk Naga Indah, Kresna Wasedanto, tak menjelaskan ihwal belum adanya IMB untuk bangunan gedung di pulau reklamasi, Pulau D. Ia hanya membaca pesan yang dikirim Tempo tanpa membalasnya. [tmp]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita