Demokrat: Kami Didzolimi Sejak Pilkada Jakarta, Berlanjut Ke Kaltim Dan Papua

Demokrat: Kami Didzolimi Sejak Pilkada Jakarta, Berlanjut Ke Kaltim Dan Papua

Gelora News
facebook twitter whatsapp


www.gelora.co - Partai demokrat menggelar "emergency meeting". Sekertaris Jendral Partai Demokrat, Hinca Pandjaitan membeberkan dari hasil rapat ada tiga poin penting yang disepakati.

Pertama, membahas perlakuan tidak adil dan sewenang-wenang kepada kader Demokrat di Pilkada DKI 2017. Kedua, persiapan Pilkada Papua 2018. Ketiga, persiapan Pilkada Kalimantan Timur (Kaltim) 2018.

"Perlakuan tidak adil ini bukan yang pertama kali, tapi kesekian kali. Semula Demokrat memilih mengalah dan menahan diri dengan harapan tak terjadi lagi, tetapi ternyata perlakuan tak adil ini terjadi lagi," katanya kepada wartawan di Kantor DPP Partai Demokrat, Proklamasi, Jakarta Pusat, Rabu (3/1).

Perlakuan tidak adil yang dimaksudkan dalam Pilkada DKI 2017 yakni pasangan yang diusung partainya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Sylvia Murni diperiksa penyidik pada saat Pilkada berproses.

"Kedua, masih momen pilkada Jakarta yakni adanya penyerangan ke kediaman Ketua Umum kami di Kuningan, Jakarta. Kami sudah laporkan tapi tak ada hasilnya. Ketiga, yang cenderung fitnah dari Antasari Azhar yang sudah kami laporkan ke penegak hukum tapi belum diproses secara tuntas," ungkapnya.

Padahal, kata Hinca, di awal-awal pilkada, AHY-Sylvi menempati posisi survei tinggi. Namun karena ketiga perlakuan tidak adil diatas, elektabilitas keduanya tergerus.

"Tapi demokrat mengakui dan kita akui pemenangnya," jelasnya.

Kemudian, dalam kasus penyerangan dan tuduhan kepada Ketua Umum Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang mendanai aksi 411 dan 212. Padahal faktanya tak ada dan tak berdasar. Akibatnya elektabilitas partai juga ikut tergerus.

"Di pilkada DKI kami sudah investigasi dan kami punya buku putih agar tak terjadi lagi," tandasnya.

Lebih lanjut, Hinca memaparkan, Dalam Pilkada Papua, ketidakadilan dialami calon incumbent Lukas Enembe yang juga menjabat Ketua DPD Demokrat Papua sewaktu hendak kembali mencalonkan diri di Pilkada Papua.

"Pada hari itu sekitar Oktober 2017 Lukas Enembe dipaksa untuk menerima wakilnya yang bukan atas keinginannya yang menandatangani untuk memenangkan Parpol tertentu padahal Lukas adalah ketua demokrat Papua," jelasnya.

Adapun pada Pilgub Kaltim, Walikota Samarinda Syaharie Jaang, yang juga menjabat Ketua DPD Demokrat Kaltim mendapat intimidasi agar dirinya mau dipasangkan dengan Kapolda Kaltim Irjen Pol Safaruddin. Padahal, Syaharie Jaang sudah sepakat akan maju dengan Walikota Balikpapan Rizal Effendi.

"Bahwa saudara Syaharie Jaang dipanggil oleh parpol tertentu sampai beberapa kali agar wakilnya Kapolda Kaltim, padahal wakilnya sudah ada. Secara etika itu tidak baik," ungkapnya.

Pada 26 Desember 2017 atau sehari setelah Syaharie Jaang menolak untuk berkomunikasi dengan Kapolda Kaltim untuk disandingkan dengannya, sudah ada laporan polisi di Bareskrim Polri atas nama Syaharie Jaang. Kemudian pada tanggal 27 Desember 2017, keluar panggilan untuk diperiksa tanggal 29. Tentu pak Jaang saat itu belum siap. Akibatnya ditunda jadi sampai tanggal 2 Januari 2018.

"Hari ini bersama penasehat hukum yang dipimpin Didi Irawadi Samsuddin dan Amir Syamsuddin sudah dampingi. Pak Syaharie Jaang sudah menghormati perkara ini. Perkara ini sudah diputus. Jadi kami merasakan ketidakadilan untuk persiapan Kaltim," demikian Hinca. [rmol]

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA