Ketua MK soal LGBT: Perilaku Tercela Menurut Hukum Agama

Ketua MK soal LGBT: Perilaku Tercela Menurut Hukum Agama

Gelora News
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat menyatakan perilaku homoseks merupakan tindak pidana dan harus diatur dalam KUHP. Namun apa daya, pendapatnya kalah oleh 5 hakim konstitusi lainnya.

Hal itu disampaikan saat menafsirkan Pasal 292 KUHP dalam putusan yang dimohonkan Euis Sunaryati. Pasal itu hanya memidana perilaku homoseks orang dewasa dengan anak-anak. Adapun perilaku homoseks sesama orang dewasa bukanlah kejahatan. Arief sangat tidak sepakat dengan KUHP tersebut.

"Secara historis, pencantuman unsur objektif 'anak di bawah umur dari jenis kelamin yang sama' dalam pasal a quo jelas merupakan 'kemenangan' kaum homoseksual dan sebagian anggota Tweede Kamer Belanda yang memang afirmatif terhadap praktik homoseksualitas," kata Arief sebagaimana diucapkan dalam sidang di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (14/12/2017).

"Padahal praktik homoseksualitas jelas merupakan salah satu perilaku seksual yang secara intrinsik, manusiawi, dan universal sangat tercela menurut hukum agama dan sinar ketuhanan serta nilai-nilai hukum yang hidup di masyarakat (living law)," sambung Arief.

Pendapat Arief diamini oleh hakim konstitusi Anwar Usman, Aswanto, dan Wahidudin Adams. Jadi Arief berpendapat bahwa kata 'dewasa', frasa 'yang belum dewasa', dan frasa 'yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa' dalam Pasal 292 KUHP seharusnya dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

"Dengan demikian, UUD 1945 tidak boleh membiarkan kebebasan absolut setiap orang untuk berbuat semata-mata menurut kehendaknya, terlebih lagi dalam hal perbuatan tersebut jelas mereduksi, mempersempit, melampaui batas, dan bertentangan dengan nilai agama serta sinar ketuhanan," cetus Arief.

Karena itu, manakala UUD 1945 bersinggungan dengan nilai agama (religion), UUD 1945 sebagai konstitusi yang berketuhanan (godly constitution) harus menegaskan jati dirinya sebagai penjamin freedom of religion dan bukan freedom from religion.

"Sehingga segala kepastian hukum dalam bentuk norma undang-undang yang mereduksi, mempersempit, melampaui batas, dan bahkan bertentangan dengan nilai agama serta sinar ketuhanan haruslah dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," pungkas Arief.

Sebagaimana diketahui, KUHP yang berlaku sekarang adalah warisan penjajah Belanda. KUHP telah berlaku lebih dari 1 abad. Setelah Indonesia merdeka, DPR belum bisa membuat KUHP baru pengganti warisan penjajah Belanda itu. [dtk]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita