Hamas Serukan Rakyat Palestina Lancarkan Gerakan Intifada Baru

Hamas Serukan Rakyat Palestina Lancarkan Gerakan Intifada Baru

Gelora News
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co - Hamas Jumat (08/12) lalu mengecam keras tindakan brutal tentara Israel yang menargetkan para pengunjuk rasa Palestina di wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza.

Hazem Qassim, juru bicara organisasi perlawanan Palestina yang berbasis di Gaza itu, menyebut tindakan tentara Israel terhadap para peserta aksi demonstrasi damai tersebut sebagai “kejahatan yang dilakukan di bawah perlindungan AS”.

“Kami menyerukan rakyat Palestina untuk turun ke jalan di setiap kota tempat mereka tinggal, untuk meluncurkan Intifadah baru dengan maksud untuk mempertahankan Yerusalem,” pungkas Qassim dalam pernyataannya, dikutip dari AA.

Gerakan Intifada

Gerakan Intifada Palestina pertama kali meletus pada akhir tahun 1987 ketika kendaraan militer Israel menyerang mobil Palestina, hingga merenggut nyawa empat penumpangnya yang merupakan warga Palestina.

Insiden penyerangan Militer Israel tersebut kemudian memicu gelombang besar aksi demonstrasi jalanan yang dengan cepat menyebar di wilayah Tepi Barat, Jalur Gaza dan Yerusalem.

Selama enam tahun berikutnya, aksi demonstrasi jalanan berubah menjadi kampanye pembangkangan sipil yang terorganisir – dan perlawanan bersenjata – yang bertujuan melawan aksi pendudukan Israel selama beberapa dekade di Palestina.

Ratusan warga Palestina gugur dan sejumlah warga Israel tewas dalam konflik tersebut, termasuk warga sipil dari kedua belah pihak.

Gerakan perlawanan Palestina, Hamas kemudian didirikan sesaat setelah aksi pemberontakan rakyat dimulai. Hamas kemudian memainkan peranan penting dalam mengatur operasi perlawanan terhadap Israel.

Intifadah, yang berakhir pada tahun 1993 dengan penandatanganan “Oslo Accords” [“Persetujuan Oslo”], diikuti oleh pemberontakan Intifada kedua yang mematikan.

Pada tahun 1999, perundingan damai yang didukung A.S. antara Israel dan Otoritas Palestina, yang diciptakan melalui Persetujuan Oslo, runtuh seketika.

Setahun kemudian, pemimpin ekstrimis sayap kanan Israel Ariel Sharon memaksa masuk ke Masjid Al-Aqsa di Yerusalem, situs tersuci ketiga umat Islam.

Kunjungan provokatif Ariel Sharon ke Al Haram As Sharif tersebut kemudian mendorong gelombang baru demonstrasi dan perlawanan Palestina, baik di wilayah pendudukan maupun di dalam wilayah Israel sendiri.

Intifadah kedua, menyebabkan lebih dari 4.400 warga Palestina gugur dan ribuan lainnya luka-luka. Gerakan Intifadah Kedua diakhiri dengan penarikan pasukan Militer Israel dari Jalur Gaza pada tahun 2005.

Serentetan gerakan ketiga konflik Israel-Palestina meletus pada bulan Oktober 2015 setelah pasukan zionis Israel berulang kali menyerbu kompleks Masjid Al-Aqsa di Yerusalem.

Gerakan ini disebut sebagai Intifadah Ketiga, Intifadah Pisau atau Pemberontakan Yerusalem, gelombang kerusuhan – yang menyebabkan 160 warga Palestina gugur dan 26 warga Israel tewas – konflik kembali meruncing pada awal tahun 2016 di tengah tindakan keras Militer Israel yang semakin besar dan semakin menekan rakyat Palestina.

Langkah Kontroversial AS

Meskipun mendapat perlawanan dunia internasional, Presiden Amerika Serikat Donald Trump Rabu (06/12) di ruang resepsi diplomatik Gedung Putih tetap bersikukh mengumumkan keputusannya untuk mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel.

Menurut Trump, Departemen Luar Negeri A.S. telah memulai persiapan untuk memindahkan Kedutaan Israel Washington dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Pergeseran dramatis dalam kebijakan A.S. ini segera memicu gelombang aksi demonstrasi “Day of Rage” di wilayah Palestina, bahkan di berbagai negara seperti Turki, Mesir, Yordania, Aljazair, Irak, Indonesia dan di negara-negara Muslim lainnya.

Pengumuman Trump tersebut juga memicu kecaman keras dari seluruh dunia, termasuk Uni-Afrika, Uni Eropa, Negera Amerika Latin dan PBB.

Selama masa kampanye Pilpres AS lalu, Donald Trump berjanji untuk memindahkan Kedutaan A.S. dari Tel Aviv ke Yerusalem, dan sejak Rabu (06/12) janji itu diwujudkan Trump melalui pernyataanya di ruang Resepsi Diplomatik Gedung Putih.

Yerusalem hingga kini tetap menjadi inti konflik Israel-Palestina selama beberapa dekade, sementara rakyat Palestina tetap memperjuangkan Yerusalem Timur yang diduduki Israel sebagai ibu kota negaranya. [pmc]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita