Biaya Pembangunan Simpang Susun Semanggi Masih Dihitung

Biaya Pembangunan Simpang Susun Semanggi Masih Dihitung

Gelora News
facebook twitter whatsapp


www.gelora.co - Sejak diresmikan pada 17 Agustus 2017 lalu, aset Simpang Susun Semanggi (SSS) belum menjadi milik Pemprov DKI. Anggaran pembangunan yang menggunakan dana Koefensi Luas Bangunan (KLB) itu hingga kini masih dihitung.

Kepala Seksi Pembangunan Jalan Tidak sebidang Dinas Bina Marga DKI Jakarta Hananto Krisna mengatakan, biaya pembangunan SSS sepenuhnya menggunakan dana KLB PT Mitra Panca Persada. Rincian pembangunannya sendiri merupakan bagian dari kontrak PT Wijaya Karya selaku kontraktor dan PT MPP selaku pengembang.

Hananto mengaku tidak mengetahui rincian pembangunan, termasuk besaran anggaran lampu LED yang terpasang melingkar di SSS tersebut. "Tim appraisal masih proses untuk perhitungan nilai asetnya. Mereka berada di bawah koordinasi Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD)," kata Hananto melalui pesan singkatnya pada Rabu, 29 November 2017.

Kepala Dinas Bina Marga, Yusmada Faisal menuturkan, total KLB perusahaan PT MPP itu sekitar Rp579 Miliar. Sedangkan hitungan pembanguna SSS dari mereka sebesar Rp369 Miliar. Artinya, ada sisa sekitar Rp210 miliar apabila tim appraisal nanti memiliki hitungan yang sama. "Nah sisa itu akan digunakan untuk penataan ulang jalan atau pedestrian di Jalan Sudirman di luar area MRT," ucapnya.

Asisten Sekretaris Daerah Bidang Pembangunan dan Lingkungan Hidup DKI Jakarta Gamal Sinurat mengatakan, rincian pembangunan dapat diketahui apabila tim appraisal sudah selesai melakukan penghitungan total biaya pebangunan. Menurutnya, jika nilainya kurang seperti dalam perjanjian kerja sama, pengembang harus membangun sarana prasarana lagi. "Ya BPAD yang mengetahui kapan serah terima dilakukan," ujarnya.

Kepala BPAD Ahmad Firdaus berharap Berita Acara Serah Terima (BAST) sudah dilakukan sebelum pergantian tahun ini. Menurutnya, setelah ada BAST, serah terima aset baru bisa dilakukan.

Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Gerindra Abdul Ghani mengatakan, penyerahan aset SSS milik perusahaan swasta harus dilakukan terlebih dahulu. Sehingga, besaran dana pembangunan SSS dengan peningkatan luas gedung perusahaan swasta seimbang.

"Harus diaudit terlebih dahulu. Saya dengar dana SSS sekitar Rp350 miliar? Apakah sesuai dengan bangunanya? Lalu apakah seimbang dengan nilai KLB perusahaan swasta?. Kalau tidak ya jadi temuan dan harus dipertanggungjawabkan," ungkapnya.

Ghani menjelaskan, banyak pembangunan di Jakarta era kepemimpinan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang menggunakan dana perusahaan swasta, baik itu KLB ataupun Corporate Sosial Responcibility (CSR). Namun, lanjut Ghani, pembangunan yang seharusnya menjadi milik Pemprov DKI tidak tercatat dan banyak yang belum diserahterimakan.

"Banyak aset baik gedung atau taman yang dibangun oleh swasta. Saya tanya ke Badan Aset, katanya belum terdata. Pantas saja lahan sendiri di Cengkareng di beli sendiri oleh Pemprov DKI," ujarnya.

Untuk mencegah hal tersebut, Ghani sebagai Ketua Fraksi mengusulkan agar Pemprov DKI membentuk Peraturan Daerah (Perda) tentang Pengelolaan Aset Hasil KLB atau CSR perusahaan swasta. Dengan adanya Perda, lanjut dia, Gubernur DKI tidak bisa begitu saja menggunakan dana perusahaan swasta untuk pembangunan, khususnya infrastruktur.

"Pembangunan infrastruktur itu berkelanjutan dan sebaiknya menggunakan anggaran daerah. Dengan anggaran daerah, perangkat daerah sebagai pelaksana merasa memiliki dan bermanfaat bagi masyarakat yang terkena dampak pembangunan," ucapnya. [sn]

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA