www.gelora.co - Suciwati berencana mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung untuk membuka lagi kasus pembunuhan Munir. Seperti diketahui, sebelumnya Mahkamah Agung dalam putusan kasasi menyatakan berkas rekomendasi Tim Pencari Fakta (TPF) kematian Munir tak wajib dibuka pemerintah.
Gugatan untuk membuka berkas TPF kasus Munir ini masuk meja hijau sebagai tindaklanjut dari keputusan Komisi Informasi Publik (KIP) yang meminta pemerintah membuka dokumen TPF Munir ke publik. Berikut ini pernyataan Suciwati terkait putusan kasasi Mahkamah Agung:
Dalam persidangan kasasi Mahkamah Agung memutuskan pemerintah tak wajib membuka berkas hasil rekomendasi TPF kematian suami Anda. Bagaimana Anda menanggapi putusan itu?
Menurut saya sih penolakan kasasi tersebut menunjukkan kurangnya pemahaman majelis hakim kasasi dalam menilai pentingnya suatu informasi publik bagi masyarakat.
Apa alasan Anda sehingga menilai majelis hakim kurang memahami tentang pentingnya informasi publik bagi masyarakat?
Sederhananya saja, merujuk pada Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 111 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Tim Pencari Fakta Kasus Meninggalnya Munir, yang mengeluarkan itu kan presiden. Di situ ada pasal 9 yang bunyinya itu merekomendasikan isi TPF itu harus dipublikasikan ke masyarakat.
Jadi kemudian PTUN, MAmengabulkan bahwa pemerintah tidak wajib, kok saya melihatnya hukum ini seperti dipermainkan, sebagai alat permainan buat mereka, melegalkan sebuah tata kelola yang buruk. Jelas ini salah, kenapa kok masih diterusin.
Menurut Anda harusnya bagaimana dong yang benar itu?
Kalau saya merujuk kepada penegakan hukum ya seharusnya seperti itu, wong yang mengeluarkan itu kan presiden. Apa tidak membaca Keppresnya. Apalagi KIP juga menyatakan bahwa ini sah dan (hasil investigasi TPF) harus dipublikasikan. Nah itu kan menunjukan pendidikan politik di Indonesia tidak sehat karena pemerintah seperti menunjukkan sikap arogansi. Mungkin mereka tidak baca Keppres itu, tapi itu kan membuat malu juga. Jadi pertama itu adalah tanggung jawab Setneg untuk menyimpan dokumen yang terhubung dengan presiden dan itu tidak ada dan itu dilegalkan oleh PTUN, nah itu sangat memalukan. Seolah-olah, ‘enggak apa-apa kamu (Setneg) tidak menyimpan itu’. Terus apa dong kerja mereka. Jika dokumen itu saja hilang, bagaimana dong dokumen yang lainnya. Untuk itu, kredibilitas mereka dipertanyakan.
Lantas ke depannya langkah hukum apa yang akan tempuh?
Sebenarnya hari ini (Jumat, 9/9) kita ingin bertemu dengan Ombudsman tapi sayangnya Ombudsman bilangnya mau raker. Tapi nyatanya, kita melihat menemui Jokowi untuk membicarakan infrastruktur atau apa gitu. Jadi ada kebohongan lagi gitu, kok semuanya seperti melakukan konspirasi yang dilakukan secara sistematis oleh lembaga-lembaga yang harusnya independen, justru melahirkan otoritan yang baru. Kalau sudah begini rakyatnya tidak dipedulikan, karena ini presiden punya kekuasaan, mereka lebih punya kepentingan. Terus mereka bohong, bilangnya raker tahunya tidak. Namun pastinya kita mengarah ke Peninjaun Kembali, tapi itu kan tidak mudah. Kita pelajari, kita baca, kalau ada kita akan PK.
Kemarin kan kita sudah melihat huru-hara dari bekas presiden dan presiden hari ini mereka saling tuding bahwa yang lalu menyimpan. Yang pentingkan, bahwa yang lalu ini sudah menyerahkan itu kopian, lalu validasinya sudah ditanyakan kepada ketua TPF, dan sudah diserahkan kepada Johan Budi. Hari ini kalau mau bicara soal dokumen sebenarnya itu sudah tidak relevan lagi. Ini soal ketidakmauan pemerintah untuk menyelesaikannya.
Intinya kita melihatnya, kalau pemerintah hari ini tidak mau menyelesaikan atau menuntaskan kasus Munir, apakah mereka melindungi para pelaku pembunuh Munir?
Berarti mereka para pembunuh Munir dong? Yang pastinya kan secara sederhana masyarakat akan melihat seperti itu.
Lantas langkah apa saja yang akan ditempuh Anda bersama aktivis lainnya agar pemerintah serius menuntaskan kasus Munir ini?
Iya kita dorong terus pemerintah dan meyakinkan, bahwa kasus ini diperhatikan oleh nasional maupun internasional. Kalau pemerintah hari ini tidak peduli, maka ini akan menjadi beban sejarah terus. Seperti halnya kasus-kasus HAM yang lain, itu kan menjadi beban sejarah. Nah sementara ini kan kasus Munir yang paling mudah, sudah mengerucut ke mana. Yang paling mudah saja tidak mau diselesaikan apalagi yang paling sulit. Pastinya kita akan dorong, tentunya akan ada ruang-ruang untuk mengingatkan pemerintah terus. Sebab ini cara kita mencintai, kalau orang mencintai pemerintah yang salah, itu kan sama saja membuat otorian yang baru, menciptakan diktator yang baru.
Makanya kami terus lakukan dalam aksi kamisan, mengingatingatan, menolak lupa dan banyak lagi. Itu apa artinya? Anak muda sekarang juga sudah mulai sadar dengan apa yang ditontonkan oleh negara, muak juga kalau sudah begini.
Saya pikir mereka orang cerdas yang mau mengenal sejarah, dan tidak mau terjebak pada sejarah yang dipertontonkan oleh pemerintah yang menghilangkan dokumen, dilegalisasi lewat pengadilan, itu kan sangat memalukan sekali, mengangkat orang bermasalah. Ya kita dorong terus pemerintah, itulah cara kita mencintai. [rmol]