APBN Defisit, Melesetnya Janji Manis Jokowi Kepada Prajurit TNI-Polri

APBN Defisit, Melesetnya Janji Manis Jokowi Kepada Prajurit TNI-Polri

Gelora News
facebook twitter whatsapp


Oleh: Hersubeno Arief

STORY highlight : Jika sebelumnya Jokowi dikenal dengan jargon “I dont’ read, what I sign,” saya tidak pernah membaca, (keputusan) apa yang saya tanda tangani. Kini berubah menjadi “I say, what I haven't signed yet.” Saya ngomong, (keputusan) apa yang saya belum tanda tangani!”

Sepanjang hari kemarin beredar broadcast percakapan WA di kalangan prajurit TNI, tentang  ketidakjelasan tunjangan untuk prajurit TNI-Polri yang pernah dijanjikan oleh Presiden Jokowi.

“Mohon ijin senior. Berdasar petunjuk akhir komandan, untuk remon yang semula akan menggunakan indeks baru, untuk sementara ditunda dulu. Kita masih menggunakan indeks lama.” 

Pesan yang diduga dari seorang perwira keuangan di lingkungan satuan TNI itu juga menambahkan catatan penting. “Ijin Bang, mohon  disampaikan kepada anggota, agar jangan banyak berharap, dan jangan berhutang lebih dulu.” 

Seperti biasa para prajurit, apalagi istri-istrinya, punya “keberanian” dan “modal” baru berhutang,   ketika mendengar akan ada tunjangan dari pemerintah. Apalagi jumlahnya sangat besar. Dengan gaji pas-pasan, gali lubang, tutup lubang sudah menjadi gaya hidup keseharian mereka.

Percakapan dua orang  perwira menengah TNI itu diduga berkaitan dengan janji yang pernah disampaikan oleh Presiden Jokowi. Pada saat   saat memberikan sambutan dalam acara buka puasa bersama personel TNI dan Polri di Lapangan Mabes TNI Jakarta Timur, Selasa (5/6/2018), Jokowi menyampaikan kabar baik, bahwa tunjangan untuk prajurit TNI akan naik sebesar 70%.

"Nanti ditunggu, bulan Juli ada gaji ke-13. Selain itu, juga akan saya umumkan kenaikan tunjangan kinerja yang akan diberikan bulan Juli," ujar Jokowi dengan senyum lebar. Pernyataan ini langsung  langsung disambut tepuk tangan para hadirin.

Bagaimana realisasinya? Seorang perwira menengah yang dihubungi membenarkan info tersebut. Sampai bulan November mereka belum menerima tunjangan yang dijanjikan. Namun dia menolak untuk memberi keterangan lebih lanjut. Ada peringatan, bagi yang mempertanyakan dan menyebarkan berita tersebut, akan diusut.

Usut punya usut ternyata melesetnya janji tersebut karena payung peraturannya belum ada.  Presiden saking bersemangatnya, sudah terburu-buru menyampaikan janji tersebut. Jika sebelumnya Jokowi dikenal dengan jargon “I dont’ read, what I sign,” saya tidak pernah membaca, (keputusan) apa yang saya tanda tangani. Kini berubah menjadi “I say, what I haven't signed yet.” Saya ngomong, (keputusan) apa yang saya belum tanda tangani!”

Presiden baru menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) No 102 Tahun 2018 Tentang Tunjangan Kinerja di Lingkungan Tentara Nasional Indonesia pada tanggal 30 Oktober 2018. Kemudian diundangkan oleh Kementrian Hukum dan HAM pada tanggal 1 November. Artinya kalau toh bisa direalisasikan, baru pada gaji bulan Desember. Itupun dengan catatan, bila anggarannya tersedia.

Seorang pensiunan perwira tinggi secara bercanda berani menjamin tunjangan kinerja dan gaji ke-13 akan dibayar dengan mata uang yen. “Gaji itu pasti akan dibayar yen ono  anggarannya,” katanya sambil tergelak. Yen dalam bahasa Jawa berarti jika ada,  if.

Dalam Perpres tersebut diatur untuk jabatan KSAD, KSAL, dan KSAU mendapat tunjangan sebesar Rp 37.810.500,-. Para wakil kepala staf mendapat tunjangan Rp 34.902.000,- Sementara tunjangan terendah kelas jabatan No 19 sebesar Rp 1.968.000,-.

Komponen gaji prajurit terdiri dari gaji pokok, tunjangan beras, tunjangan jabatan, tunjangan lauk pauk, dan tunjangan kinerja. Komponen terakhir inilah yang akan naik sebesar Rp 70%.

Sebagai contoh seorang prajurit pangkat terendah adalah golongan 1 a, atau Prajurit Dua (TNI AD, TNI AU)  Kelasi Dua (TNI AL), dengan masa kerja 0 tahun dan belum beristri. Mereka akan menerima Rp 1,56 juta (gaji pokok) + Rp 144 ribu (tunjangan beras) + Rp 75 ribu (tunjangan jabatan) + Rp 1,8 juta (uang lauk pauk) + Rp 1,1 juta (tunjangan kinerja terendah) = Rp 4,67 juta.

Dengan kenaikan tunjangan sebesar 70% atau Rp 1.968.000,- maka total gaji yang akan diterima sebesar Rp 5.538.000,-

Janji Kampanye Dan Defisit APBN

Apakah Jokowi bisa memenuhi janjinya tersebut? Hal ini masih harus kita tunggu dan buktikan. Beban pemerintah untuk memenuhi janji-janji manis Jokowi sangat berat. Jokowi tidak hanya menebar janji kepada anggota TNI-Polri. Jokowi juga menjanjikan pada awal tahun 2019 gaji pegawai negeri  dan pensiunan akan naik rata-rata  sebesar 5%.

Katakanlah janji tersebut dapat direalisasikan pada bulan Desember ini, maka para prajurit TNI-Polri akan menerima rapel kenaikan tunjangan kinerja selama 6 bulan (Juli-Desember) plus tunjangan gaji ke-13.

Total jumlah personil TNI sebanyak 400 ribu (2016), dan Polri sebanyak 430 ribu  orang (2016), tinggal hitung berapa besar anggaran yang harus diberikan oleh pemerintah.

Presiden Jokowi juga sebelumnya telah menjanjikan kenaikan tunjangan yang fantastis untuk Bintara Pembina Desa (Babinsa) TNI. Jumlahnya setara dengan tunjangan yang diberikan kepada Bintara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Babinkamtibmas) Polri.
  
Saat ini Babinsa TNI hanya menerima tunjangan sebesar Rp 310.000 dan akan dinaikkan menjadi Rp 2.7 juta, atau meroket 771%. Data dari Mabes TNI jumlah Babinsa sebanyak 60 ribu  personil. Jumlah personil Babinsa dan Babinkamtibmas tersebut, ujar Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko akan ditambah. Idealnya setiap lima desa ada satu orang Babinsa.

Jumlah total pegawai negeri saat ini sebanyak 4.3 juta orang. Belum lagi ditambah para pensiunan. Berdasarkan catatan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) pada RAPBN  2019, anggaran belanja pegawai ditetapkan mencapai Rp 368,6 triliun atau naik sekitar Rp 26,1 triliun dibandingkan 2018.

Kenaikan tunjangan kinerja dan gaji PNS, pensiunan, dan TNI-Polri dipastikan akan kian menekan APBN. Kementerian Keuangan mencatat defisit anggaran per Oktober 2018 mencapai Rp 237 triliun atau 1,6% dari PDB. Defisit berasal dari selisih pendapatan negara Rp 1.483,86 triliun dan belanja negara sebesar Rp 1.720,84 triliun.

Apakah pemerintah bisa membayar semua janji-janjinya? Diakui atau tidak, semua janji manis yang ditebar oleh Jokowi ini erat kaitannya dengan pelaksanaan Pilpres 2019.

Total jumlah PNS, pensiunan, TNI-Polri lebih dari 5 juta orang. Bila ditambah dengan tiga orang anggota keluarga, maka setidaknya ada 20 juta suara. TNI-Polri tidak memilih, namun anggota keluarganya punya hak pilih.

Untuk memenangkan hati para PNS, pensiunan, TNI-Polri yang jumlahnya sangat signifikan, Jokowi harus berani mempertaruhkan APBN. Hanya saja janji manis ini bisa berubah menjadi bumerang, bila tidak bisa dipenuhi.

Pemerintahan Jokowi  gagal memenuhi janjinya sebenarnya bukan barang baru. Publik mencatat banyak janji kampanye Jokowi yang belum dipenuhi.

Di Lombok, NTB para korban bencana gempa hingga kini belum bisa mencairkan dana bantuan pemerintah. Padahal di buku rekening bank yang diberikan Jokowi kepada warga jelas tertera nilai nominal yang akan mereka terima. Untuk rumah yang rusak berat mendapat bantuan sebesar Rp 50 juta. Rusak sedang Rp 25 juta, dan rusak ringan Rp 10 juta.

Ketika mereka mendatangi bank, dana tersebut tidak bisa dicairkan, karena dana tidak tersedia. Warga merasa diberi janji palsu, dan rekening bodong. Mereka menggelar unjukrasa. Anggota TNI-Polri jelas tidak mungkin menggelar unjukrasa. Tapi mereka pasti akan mencatat dalam hati.

Seorang komedian Amerika Serikat secara bercanda pernah mengingatkan “Political promises are much like marriage vows. They are made at the beginning of a relationship between a candidate and voter, but are quickly forgotten.”

Janji-janji politik itu sangat mirip dengan janji sebuah perkawinan. Janji yang disampaikan kandidat kepada para pemilih pada saat kampanye, akan dengan cepat dilupakan setelah dia terpilih. Pada kasus Jokowi, analoginya rasanya kurang tepat. Dia bahkan dia sudah berani membuat janji baru, sementara janji yang lama belum juga ditunaikan. [hers]

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA