Erdogan Serukan Pemimpin Negara Muslim Bersatu Hadapi Israel

Erdogan Serukan Pemimpin Negara Muslim Bersatu Hadapi Israel

Gelora News
facebook twitter whatsapp


www.gelora.co - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah meminta para pemimpin negara-negara Muslim untuk bersatu dalam menghadapi Israel. Seruan tersebut disampaikan Erdogan beberapa hari setelah puluhan warga Palestina dibunuh oleh penembak jitu Israel dalam aksi protes Hari Nakba, pada Senin (14/5) lalu.

Ia menegaskan, Israel harus bertanggung jawab atas aksi pembunuhan warga Palestina yang telah mengundang kecaman internasional itu. Aksi tersebut juga memicu gelombang protes di Asia, Timur Tengah, hingga Afrika Utara.

"Tindakan yang dapat diambil bagi warga Palestina yang dibantai oleh bandit-bandit Israel adalah dengan menunjukkan kepada seluruh dunia bahwa kemanusiaan tidak mati," kata Erdogan kepada pemimpin negara-negara Muslim dalam KTT Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Istanbul, Jumat (18/5), seperti dilaporkan laman Aljazirah.

Erdogan menggambarkan aksi pembunuhan yang dilakukan tentara Israel terhadap warga Palestina sebagai aksi premanisme, kekejaman, dan teror negara. Aksi tersebut menurutnya pasti dihantui oleh pengakuan Amerika Serikat (AS) atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Pada Senin (14/5), tepat ketika AS meresmikan gedung kedutaan besarnya di Yerusalem, sebanyak 62 warga Palestina, termasuk lima anak-anak, tewas dan lebih dari 2.700 lainnya terluka. Tentara Israel menembakkan peluru dan gas air mata ke arah para demonstran yang berjarak ratusan meter dari garis perbatasan Gaza dan Israel.

KTT Luar Biasa OKI di Istanbul dihadiri oleh beberapa kepala negara, tetapi Arab Saudi hanya mengirimkan seorang pejabat senior Kementerian Luar Negeri. Mesir, Bahrain, dan Uni Emirat Arab (UEA) juga hanya mengirimkan pejabat di tingkat yang lebih rendah.

Berbicara di konferensi itu, Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani mengatakan Palestina telah menjadi simbol bagi orang-orang yang tertindas. Ia mengutuk Israel karena telah melakukan pembantaian brutal terhadap para demonstran yang melakukan aksi protes damai.

"Siapa di antara kita yang tidak tahu pengepungan yang dilakukan di Jalur Gaza dan hukuman kolektif terhadap penduduknya? Jalur Gaza telah berubah menjadi kamp konsentrasi besar bagi jutaan orang yang kehilangan hak dasar mereka untuk melakukan perjalanan, serta mendapatkan pendidikan, pekerjaan, dan perawatan medis," papar Sheikh Tamim.

"Ketika putra-putra mereka mengangkat senjata, mereka disebut teroris. Ketika mereka melakukan demonstrasi damai, mereka disebut ekstremis, dan kemudian ditembak mati dengan peluru tajam," kata dia.

Sementara itu, Perdana Menteri Palestina Rami Hamdallah menyatakan AS telah menjadi bagian dari masalah dan bukan solusi. Ia menyebut relokasi kedutaan AS ke Yerusalem adalah tindakan agresi terhadap negara Islam, juga terhadap umat Muslim dan Kristen.

Raja Yordania Abdullah II mendesak OKI untuk mengadopsi langkah-langkah mendesak untuk mendukung perlawanan Palestina. Sementara Presiden Iran Hasan Rouhani menyerukan langkah-langkah ekonomi dan politik terhadap AS dan Israel.

Pada Jumat (18/5) malam, OKI mengeluarkan seruan komunike terakhir pada PBB untuk membuka penyelidikan internasional terhadap aksi pembunuhan di Gaza. OKI juga mendesak PBB untuk memberikan kekuatan perlindungan internasional untuk Palestina.

OKI kemudian menyerukan pembatasan ekonomi terhadap setiap negara, perusahaan, atau individu yang mengakui aneksasi Israel atas Yerusalem.

Sebelum KTT Luar Biasa OKI diselenggarakan, Erdogan telah mengatakan negara-negara Muslim harus bersatu. "Muslim terlalu sibuk berkelahi dan menghindar ketika dihadapkan oleh musuh-musuh mereka," katanya di Istanbul.

"Sejak 1947, Israel bebas melakukan apa saja yang disukainya di wilayah ini. Mereka melakukan apa pun yang mereka rasakan. Tapi kenyataan ini bisa dilawan ... jika kita bersatu," tambah dia.

Pada Jumat (18/5), Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB telah melakukan pemungutan suara untuk menentukan apakah akan mengirim tim penyidik kejahatan perang internasional. Tim tersebut akan menyelidiki penembakan terhadap para demonstran di Gaza yang dilakukan oleh pasukan Israel.

Dalam pemungutan suara itu, 29 anggota Dewan HAM PBB setuju agar dewan segera mengirimkan komisi penyelidikan internasional independen. Hanya dua anggota dewan yang menentang, yaitu AS dan Australia. Sementara 14 lainnya abstain.

"Penyidik harus menyelidiki semua dugaan pelanggaran dalam konteks serangan militer terhadap aksi protes sipil skala besar yang telah dimulai pada 30 Maret 2018," kata isi dari resolusi Dewan HAM PBB yang telah disetujui itu.

Komisi penyelidikan akan diminta untuk membuat laporan pada akhir Maret tahun depan. Baik Israel maupun AS telah menolak resolusi tersebut. Mereka mengatakan Hamas, yang memerintah Gaza, telah menghasut kekerasan dalam aksi protes di wilayah itu.

Sebelumnya, Kepala Dewan HAM PBB Zeid Ra'ad al-Hussein juga telah mendukung seruan untuk penyelidikan internasional. Dia mengkritik keras tanggapan tentara Israel terhadap protes massa di Jalur Gaza, dan menyebutnya sebagai perlawanan yang tidak proporsional.

"Israel adalah kekuatan pendudukan, dan di bawah hukum internasional, wajib melindungi rakyat Gaza dan menjamin kesejahteraan mereka. Namun sebaliknya, penduduk Gaza telah dikurung di daerah kumuh beracun sejak lahir sampai mati", ujar Zeid.

"Setidaknya 62 warga Palestina tewas, dan ribuan terluka dalam satu hari protes tetapi di sisi Israel, hanya ada satu tentara yang dilaporkan terluka, dengan sebuah batu. Hanya ada sedikit bukti dari upaya Israel untuk meminimalkan korban pada hari Senin itu," kata Zeid.

Sejak aksi protes dimulai pada 30 Maret lalu, pasukan Israel telah menewaskan 106 warga Palestina, termasuk 15 anak-anak. Lebih dari 12 ribu orang terluka, dan 3.500 di antaranya oleh amunisi hidup. [rol]

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA