Prabowo Ikon Gerindra, Jika Capreskan Orang Lain Bisa Kalah Pileg & Pilpres

Prabowo Ikon Gerindra, Jika Capreskan Orang Lain Bisa Kalah Pileg & Pilpres

Gelora Media
facebook twitter whatsapp
www.gelora.co - Ketua Umum Prabowo Subianto hingga kini belum juga menjawab permintaan para kadernya buat maju di Pilpres 2019. Prabowo masih menutup rapat apakah akan maju memperebutkan kursi orang nomor satu di Indonesia atau hanya akan menjadi 'king maker'.

Direktur Institute for Transformation Studies (Intrans), Andi Saiful Haq menilai, meski sudah dua kali maju di Pilpres pada 2009 dan 2014 dan tak menang, Prabowo sesungguhnya tak sepenuhnya kalah. Sebab, Partai Gerindra yang notabene partai baru pada 2009 berhasil masuk DPR dengan raihan 4,46 persen suara dengan perolehan 26 kursi di DPR.

Kemudian, meski pada Pilpres 2014 Prabowo kalah, perolehan suara Gerindra naik dua kali lipat lebih di pemilu 2014.

"Meski hanya mendapat 46,85 persen suara di Pilpres, namun di Pemilihan Legislatif Gerindra mampu memastikan posisi ketiga dengan perolehan suara 11,81 persen suara dan 73 kursi DPR RI. Hanya terpaut tipis dari Partai Golkar yang berada di posisi kedua dengan suara 14,75 persen," katanya dalam siaran pers, Selasa (3/4).

Karenanya, pihaknya yakin Prabowo saat ini tengah berada pada era keemasan. Menurutnya, dengan semua yang dimiliki Gerindra hari ini, peluang menjadi partai pemenang pada Pileg 2019 sangat terbuka lebar.

Dia juga menilai logika melawan capres incumbent adalah hal yang berat tidak beralasan sama sekali. Menurutnya, beban Jokowi sebagai incumbent justru semakin berat, terutama dalam menjaga ekspektasi publik yang begitu tinggi kepadanya. Sebab, kesalahan kecil bisa berakibat fatal di tahun terakhir pemerintahannya.

"Baik PDIP dan Gerindra sama-sama paham, hanya Jokowi yang bisa mengadang Prabowo. Karena itu cukup mengejutkan Megawati Soekarnoputri begitu dini mengumumkan pencalonan Jokowi sebagai Presiden. Mega tidak ingin bermain dengan waktu. Mega mencium bahaya di depan mata," katanya.

Menurutnya, Gerindra paham betul bagaimana melawan Jokowi. Apalagi setelah kemenangan koalisi Gerindra di Pilkada Jakarta. Namun, dia menilai Gerindra justru terlihat grogi dan ragu untuk mendeklarasikan pencalonan Prabowo.

Padahal, kata dia, sebagai mantan Danjen Kopassus, Prabowo harusnya paham betul syarat memenangkan sebuah peperangan besar adalah faktor 'the causes of war' dimana setiap prajurit harus tahu alasan berangkat ke medan tempur.

"Prabowo adalah center of gravity Partai Gerindra. Tanpa Prabowo Subianto di depan pasukan, moralitas tempur dan mesin politik Gerindra akan kehilangan emosi tempurnya," katanya.

Dia menilai, sebagai partai oposisi, Gerindra akan mudah mengakumulasi ketidakpuasan publik terhadap pemerintahan Jokowi. Sementara hal berbeda justru terjadi di kubu koalisi pendukung Jokowi. Menurutnya, pemilih Jokowi belum tentu semuanya suka kepada PDIP. Karenanya pemilih Jokowi memiliki alternatif pilihan parpol lain yang menjadi pendukung Jokowi.

"Suara tidak akan terakumulasi di PDIP, dengan demikian peluang untuk Gerindra semakin terbuka lebar sebagai pemenang Pileg 2019. Itu hanya bisa terwujud, jika Prabowo Subianto berada di barisan paling depan sebagai capres," katanya.

Dia mengatakan, Pilpres dan Pileg yang digelar serentak pada April 2019 mendatang, bisa jadi adalah kondisi yang menguntungkan bagi Gerindra dan Prabowo. Sebab, peluang untuk mendapatkan dua kemenangan sekaligus terbuka.

"Ketimbang malah mencalonkan figur lain, sangat berisiko kekalahan di dua medan tempur sekaligus. Presiden tak didapat, kursi parlemen tidak signifikan," katanya.  (ma)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita