Mengapa Pencapresan Prabowo Menjadi Penting?

Mengapa Pencapresan Prabowo Menjadi Penting?

Gelora News
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co - Keputusan Ketua Umum DPP Gerindra Prabowo Subianto maju pada Pilpres 2019 dinilai berdampak positif. Hal tersebut menunjukkan demokrasi di Indonesia masih berjalan baik.

Sekjen PPP Arsul Sani menilai, dengan majunya Prabowo sebagai capres, menutup kemungkinan adanya calon tunggal. Sebelumnya, Pilpres 2019 diprediksi hanya Joko Widodo (Jokowi) yang mencalonkan diri.

"Saya kira dari perspektif politik dan demokrasi kita, itu harus diapresiasi sehingga dapat terhindar dari kemungkinan capres tunggal. Kalau capresnya tunggal, ada ketum partai yang telah mengancam memilih kotak kosong, ini tidak akan terjadi," kata Arsul, Kamis (12/4).

Menanggapi keputusan tersebut, Arsul menambahkan, koalisi partai politik pendukung Jokowi harus siap dan hingga saat ini konsolidasi antarpartai koalisi pendukung Jokowi masih terus berlangsung.

Anggota Komisi III DPR tersebut kembali menegaskan bahwa calon tunggal harus dihindari demi kepentingan demokrasi Indonesia. Agar tidak ada anggapan seolah-olah tidak ada lagi anak bangsa yang layak menjadi capres selain Jokowi.

Arsul membantah majunya Prabowo sebagai capres akan memperbesar peluang Jokowi untuk menang. Menurutnya, masih ada beberapa bulan ke depan yang akan menentukan.

Wakil Ketua Umum Partai Hanura, Gede Pasek Suardika, menjelaskan, partainya menyambut baik deklarasi Prabowo. Menurutnya, keputusan tersebut bagus sebagai sebuah kepastian kontestasi dan membuktikan bahwa proses demokrasi di Indonesia berjalan.

Pengamat Politik Universitas Paramadina Toto Sugiarto menilai kesamaan kandidat calon pada Pilpres 2019 dan 2014 bukan suatu kemunduran demokrasi. Justru, menurut dia, itu menunjukkan kondisi politik yang sebenarnya.

"Wajar jika pejawat ingin melanjutkan kekuasaannya, di semua negara pun begitu. Mantan capres yang masih memungkinkan untuk nyapres pun bisa mencalonkan kembali. Jadi, di sini tidak bisa dibilang kemunduran atau kemajuan. Ini real politik," tutur dia, Kamis (12/4).

Toto melanjutkan, orang yang menjadi capres memang harus memiliki kekuatan besar dan tidak bisa sekadar sosok yang tanggung dari sisi keterkenalan dan elektabilitas. Karena itu, pilpres menjadi arena bagi tokoh-tokoh yang paling "berkuasa" untuk saat ini.

Faktor Luhut

Politikus Partai Hanura Rufinus Hutahuruk mempertanyakan latar belakang deklarasi majunya Prabowo. Apakah memang atas kehendak Prabowo yang didesain para pemangku kepentingan Gerindra atau ada kepentingan lain.

Kecurigaan Rufinus bukan tanpa sebab. Menurut anggota Komisi II DPR tersebut, deklarasi Prabowo yang dilakukan setelah pertemuan dengan Luhut Pandjaitan pada pekan lalu patut dipertanyakan kembali. "Tidak lama setelah itu, langsung rakornas dan tertutup pula. Itu patut dipertanyakan," ujarnya.

Rufinus tak menampik, deklarasi Prabowo membuktikan demokrasi di Indonesia berjalan baik. Tapi, di sisi lain, ada kemungkinan deklarasi ini menjadi desain untuk menunjukkan bahwa seakan-akan ada petarung selain Jokowi. Artinya, ada sebuah skenario intervensi dari para pemangku kepentingan yang ingin mencari panggung pertarungan.

Tapi, apabila memang ingin bertanding secara nyata, Rufinus tetap optimistis posisi Jokowi tetap berada di atas angin. Sebab, secara rasional, berbagai lembaga survei telah memperlihatkan bahwa Jokowi memiliki elektabilitas tinggi, terutama ketika berhadapan dengan Prabowo.

"Kemungkinan itu bisa berubah apabila ada nama lain, seperti Anies Baswedan atau AHY," tuturnya.

PKS ingin cawapres

Presiden PKS Sohibul Iman menyambut baik dan mendukung keputusan Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, yang menyatakan siap maju di Pilpres 2019. Dengan dukungan yang telah diberikan PKS tersebut, Sohibul berharap Prabowo dapat memilih calon wakil presiden dari sembilan nama yang telah diajukan PKS ke Prabowo.

"Pak Prabowo sudah tahu nama-nama ini, kami sampaikan pada Pak Prabowo kalau Gerindra berkoalisi dengan PKS, maka PKS ingin cawapres diambil dari sembilan nama itu," kata Sohibul, Jakarta, Kamis (12/4).

Dia mengaku tak ingin berandai-andai jika nantinya kesembilan nama tersebut tidak dipilih Prabowo sebagai calon wakilnya. Sementara itu, terkait munculnya nama Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo dan Gubernur DKI Anies Baswedan yang disebut-sebut memiliki kans mendampingi Prabowo, Sohibul mengatakan, yang bisa menentukan cawapres adalah majelis syuro PKS

"Sampai hari ini, majelis syuro baru menetapkan sembilan nama itu. Tapi, kalau ada nama lain di luar sembilan nama itu, harus ada proses Majelis Syuro," ucapnya.

Sebelumnya, internal PKS telah menjaring sembilan nama yang akan dipersiapkan untuk menjadi cawapres dari PKS. Sembilan nama tersebut, antara lain, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid, mantan presiden PKS Anis Matta, dan Ketua Majelis Syuro Salim Segaf Al'juffrie.

Selain itu, Presiden PKS Sohibul Iman, Ketua DPP PKS Almuzzamil Yusuf, Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera, mantan presiden PKS Tifatul Sembiring, dan Gubernur Sumatra Barat Irwan Prayitno.

Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan menegaskan bahwa pihaknya masih belum memutuskan arah. Itu karena PAN berhasrat untuk membentuk koalisi nasional sebagai poros ketiga yang bakal jadi saingan Joko Widodo dan Prabowo Subianto. Namun, keputusan itu baru akan diketahui setidaknya setelah pemilihan kepala daerah (pilkada).

"Paling lambat setelah pilkada. Kami ingin membentuk koalisi berkualitas, yaitu kebersamaan, adu konsep, dan gagasan, bukan mengadu domba, apalagi saling bermusuhan. Nuansanya persahabatan," kata Zulkifli Hasan menjelaskan.

Oleh: Febrianto A Saputro, Umar Mukhtar.[rol]

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA