Marah Boleh, Tapi Blokir Facebook Bukan Solusi

Marah Boleh, Tapi Blokir Facebook Bukan Solusi

Gelora News
facebook twitter whatsapp


www.gelora.co - Indonesia boleh marah atas ulah Facebook yang mengakibatkan bocornya 1 juta lebih data masyarakat Indonesia pengguna media sosial tersebut. Namun, memblokir Facebook di Indonesia bukan solusi. Pemblokiran terhadap Facebook justru bisa membuat masalah menjadi lebih runyam.

Bocornya data pengguna Facebook Indonesia dipaparkan Chief Technology Office Facebook Mike Schroepfer yang menyebut bahwa perusahaannya telah berbagi data hingga 87 juta ke perusahaan konsultan politik Cambridge Analytica. Dari jumlah itu, data pengguna Indonesia yang bocor sebanyak 1.096.666. Jumlah ini cuma berada di bawah Amerika dan Filipina.

Informasi terbaru, data pengguna Indonesia juga bocor ke CubeYou. CubeYou merupakan firma analis pihak ketiga yang mengumpulkan data pengguna Facebook melalui kuis kepribadian. CubeYou kemudian menyerahkan data itu ke para pengiklan agar lebih mudah memasarkan dagangannya. 

Atas kasus ini, Menkominfo Rudiantara menegaskan, Pemerintah tidak akan ragu memblokir Facebook di Indonesia.

Ketua DPR Bambang Soesatyo tidak setuju dengan rencana pemblokiran itu. Menurutnya, pemblokiran bukan rencana yang tepat untuk mengatasi masalah kebocoran data. 

"Blokir tidak akan bisa menyelesaikan akar masalah yang sesungguhnya. Dampak yang ditimbulkan justru semakin buruk,” kata politisi Partai Golkar ini di Jakarta, Senin (9/4).

Politisi yang akrab disapa Bamsoet ini meminta Pemerintah mencari cara lain yang lebih baik. Bukan asal blokir. Sebab, pengguna Facebook di Indonesia banyak sekali. 

"Harus fokus ke win-win solution,” imbuhnya.

Dalam amatan Bamsoet, Facebook sudah memberi banyak manfaat untuk masyarakat Indonesia. Banyak usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan unit usaha kecil lainnya bertumpu Facebook untuk memasarkan produknya. Masyarakat membuat “lapak” digital untuk melakukan transaksi dari komoditas yang terdekat dengan mereka.

"Di saat negara belum bisa, Facebook sejak awal sudah mampu memberikan marketplace sederhana untuk rakyat mengembangkan usaha. Mereka tak hanya bertransaksi, tapi juga promosi dan membangun reputasi dari sana. Masak semuanya harus gulung tikar karena persoalan kebocoran data?” cetusnya.

Bamsoet mengakui, saat ini sudah banyak pilihan marketplace yang bisa dimanfaatkan masyarakat. Transaksi marketplace baru juga jauh lebih aman dibanding Facebook yang cuma sekadar media sosial. 
"Tapi, dengan populasi pengguna Facebook di Indonesia yang begitu besar, sekitar 130 juta akun atau 6 persen dari user global, UMKM tidak akan pernah bisa meninggalkan Facebook sepenuhnya. Sebab, Facebook sudah menjadi pusat aktivitas digital masyarakat,” jelasnya.

Bamsoet paham, persoalan kebocoran data pengguna adalah masalah serius. Terlebih, sebelumnya Facebook tak pernah transparan. Baru setelah data pengguna bocor dan dimanfaatkan Cambridge Analytica, praktik tak terpuji Facebook selama ini terbongkar.

"Tapi, kita juga harus tetap mendudukkan persoalan. Data seperti apa sih yang bocor itu? Data pengguna yang bocor bukan NIK (Nomor Induk Kependudukan), bukan Nomor Kartu Keluarga, bukan foto-foto, atau chat log. Yang bocor adalah data yang memang sudah disetel untuk publik,” tuturnya.

Meskipun begitu, Bamsoet mengakui bahwa semua data tersebut tetap harus bersifat pribadi. Facebook tidak bisa serta-merta mengambilnya untuk kepentingan di luar persetujuan pengguna langsung. 

"Ini yang harus kita permasalahkan dan minta pertanggungjawabannya kepada Facebook,” tandasnya.[rmol]

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA