Beda dengan Sukma, Ini Puisi Sukarno tentang Indonesia

Beda dengan Sukma, Ini Puisi Sukarno tentang Indonesia

Gelora News
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co - Presiden Sukarno tak cuma dikenal jago berorasi. Dia juga pencinta seni sekaligus pernah membuat kreasi seni. Sukarno gemar menonton wayang kulit, mengoleksi lukisan, bermain sandiwara dan menulis naskahnya, serta pernah membuat puisi. Salah satu naskah puisinya yang terkenal berjudul 'Aku Melihat Indonesia'.

Jikalau aku berdiri di pantai Ngliyep

Aku mendengar Lautan Hindia bergelora

membanting di pantai Ngliyep itu

Aku mendengar lagu, sajak Indonesia

Jikalau aku melihat

sawah-sawah yang menguning-menghijau

Aku tidak melihat lagi

batang-batang padi yang menguning menghijau

Aku melihat Indonesia

Jikalau aku melihat gunung-gunung

Gunung Merapi, Gunung Semeru, Gunung Merbabu

Gunung Tangkuban Perahu, Gunung Kelebet

dan gunung-gunung yang lain

Aku melihat Indonesia

Jikalau aku mendengarkan

Lagu-lagu yang merdu dari Batak

bukan lagi lagu Batak yang kudengarkan

Aku mendengarkan Indonesia

Jikalau aku mendengarkan Pangkur Palaran

bukan lagi Pangkur Palaran yang kudengarkan

Aku mendengar Indonesia

Jikalau aku mendengarkan lagu Olesio dari Maluku

bukan lagi aku mendengarkan lagu Olesio

Aku mendengar Indonesia

Jikalau aku mendengarkan burung Perkutut

menyanyi di pohon ditiup angin yang sepoi-sepoi

bukan lagi aku mendengarkan burung Perkutut

Aku mendengarkan Indonesia

Jikalau aku menghirup udara ini

Aku tidak lagi menghirup udara

Aku menghirup Indonesia

Jikalau aku melihat wajah anak-anak

di desa-desa dengan mata yang bersinar-sinar

"Pak Merdeka; Pak Merdeka; Pak Merdeka!"

Aku bukan lagi melihat mata manusia

Aku melihat Indonesia

Putri pertamanya, Megawati Soekarnoputri, pernah membacakan puisi tersebut saat membuka Kongres IV PDI Perjuangan di Bali, 9 April 2015. Ribuan peserta Kongres PDIP pun dengan khidmat menyimak pidato ketua umum partai tersebut.

Melalui puisi 'Aku Melihat Indonesia', Megawati mengajak peserta kongres kembali merenung tentang Indonesia dalam satu kesemestaan. "Aku melihat Indonesia adalah cara pandang bersama untuk kembali pada cita-cita kedaulatan bangsa," kata Mega kala itu.

Darah seni Sukarno disebut mengalir dari sang Ibu, Nyoman Rai Srimben. Anak-anak Sukarno dari Fatmawati sebagian mewarisi bakat seni Bung Karno. Si sulung, Guntur, pernah punya grup musik waktu kuliah di ITB, Megawati suka menari, dan Guruh berkiprah di musik serta tari.

Meski tak banyak mendapatkan publisitas seperti halnya Guruh, Diah Mutiara Sukmawati juga ikut mewarisi Sukarno dalam hal mencintai kesenian. Dia menari, melukis, dan menulis. Konon, dia bisa betah berlama-lama nongkrong di Taman Ismail Marzuki, berkumpul dengan rekan sesama seniman.

Pada 2011, Sukmawati menulis buku 'Creeping Coup D'Tat Mayjen Suharto'. Tapi dia baru menuai kontroversi saat membacakan puisi berjudul 'Ibu Indonesia' lantaran dinilai sejumlah pihak menyinggung pemeluk agama Islam. [dtk]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita