Tahu Diri, Duterte Mau Mundur "Saya Tidak Berniat Menunggu Hingga 2022 Saya Sudah Tua"

Tahu Diri, Duterte Mau Mundur "Saya Tidak Berniat Menunggu Hingga 2022 Saya Sudah Tua"

Gelora News
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co - Presiden Filipina Rodrigo Duterte berjanji tidak akan menjadi pemimpin seumur hidup, apalagi menjadi seorang diktator. Faktor usia membuatnya tahu diri. Karena itu, Duterte akan mundur dari kursi Presiden dua tahun lagi.

"Saya tidak berniat menunggu hingga 2022. Saya sudah tua. Saya sudah tidak mempunyai ambisi lagi sehingga sudah waktunya untuk istirahat," tegas Duterte saat berpidato seperti dilansir Reuters, kemarin. 

Sebenarnya, Duterte masih punya masa bakti hingga tahun 2022. Tapi, pria yang dijuluki The Punisher ini memberikan pernyataan mengejutkan akan mundur di tahun 2020. Ini menjadi teka-teki, apa ada udang di balik pernyataannya. 

Duterte beralasan faktor usia tidak membuatnya berambisi lagi menjadi Presiden. Saat ini, dia sudah berusia 72 tahun. Namanya populer sejak memimpin Davao City, selama 15 tahun. Kota yang terkenal sebagai sarang mafia dan narkoba, sukses diberantas Duterte. Pun ketika menjadi Presiden, gaya koboinya tidak hilang. Terhitung di 100 hari kepemimpinannya ada 3.700 bandar narkoba tewas. Ini jadi sorotan dunia internasional dan menyebut Duterte sebagai pelanggar HAM. Dia sedang diselidik Pengadilan Kejahatan Internasional atau ICC. 

Duterte juga jadi sorotan ketika tampil frontal melawan pemberontak berafiliasi ISIS di Pulau Mindanao tahun lalu. Dia mengambil jalur militer dan menang. Kawasan itu kini berlaku khusus undang-undang militer. Ketegasan ini menuai kritik. 

Sekarang Duterte bikin kejutan lagi. Bukan sikap reaksionernya dalam memimpin, tapi ingin mundur dua tahun lagi. Ini masih sulit diamini para kelompok oposisi pemerintah. Mereka masih menuding Duterte berambisi menjadi seorang diktator. Caranya, dengan mengubah konstitusi lebih dahulu. 

Sejak Januari lalu, Duterte telah membentuk dewan khusus beranggotakan 19 orang yang terdiri para pakar hukum konstitusi dan dipimpin mantan Hakim Agung, Reynato Puno. Ini adalah pondasi Duterte untuk mengubah konstitusi dari negara kesatuan menjadi pemerintahan federal. 

Duterte beranggapan, model pemerintahan federal tidak saja bisa menangkal kesenjangan kesejahteraan. Namun juga memberdayakan peran pemerintah regional dan mengakui keberagaman etnis yang ada di Filipina. 

Lewat pernyataannya, Duterte berusaha menampik kritik bahwa dia berusaha memperpanjang masa jabatannya. Namun, saking kesalnya terus dikritik dan dituding hendak menjadi diktator, Duterte keceplosan dirinya memang bergaya diktator, rakyat harus mengikutinya. 

"Yang saya katakan ini benar. Jika saya tak bersikap seperti diktator, yang memang adalah gaya saya, tak ada kemajuan di negeri ini," tegasnya bulan lalu saat berpidato di hadapan kelompok Partai Komunis. 

"Saya harus bersikap seperti diktator. Selain itu, kalian memilih saya menjadi Presiden. Mengapa kalian tak mengikuti saya yang bermimpi untuk memajukan kalian semua?" tambahnya. 

Namun, Duterte setelah itu memberikan pernyataan kembali bahwa dirinya tidak ingin menjadi seorang diktator. Bahkan, dia mengeluarkan pernyataan mengejutkan dengan mengizinkan militer dan polisi menembaknya jika terlihat gelagat menjadi diktator. 

Dia juga mempersilakan para penegak hukum untuk menghentikannya jika menginginkan menjadi seorang diktator. 

Sebelumnya, kalangan oposisi dan aktivis menuduh Duterte berusaha menjadi diktator layaknya Ferdinand Marcos yang memerintah dari 30 Desember 1965 sampai 25 Februari 1986. Januari lalu, Majelis Rendah yang mendukung Duterte mengesahkan pembentukan majelis konstitusi untuk mengubah dasar negara yang ditetapkan pada 1987. 

Selain itu, pemerintahan Duterte juga menghapus Pemilu sela 2019 dan memperluas persyaratan pejabat terpilih.[rmol]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita