Peluang Diusung Nyapres, Rizal Ramli: <i>Kun Fayakun, Man Jadda Wajada</i>

Peluang Diusung Nyapres, Rizal Ramli: Kun Fayakun, Man Jadda Wajada

Gelora News
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co - Mantan Menko Kemaritiman, Rizal Ramli hadir memenuhi undangan rapat koordinasi buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi, Pertambangan, Minyak Gas Bumi dan Umum (FSPKEP), di Bogor, Jawa Barat, Selasa (27/3).

Di hadapan pengurus pusat, provinsi dan kabupaten FSPKEP, Rizal sempat mengemukakan peluangnya diusung partai politik sebagai calon presiden di Pilpres 2019.

"Jika Allah menghendaki, Dia berkata Kun fayakun (jadi maka jadilah). Man jadda wajada (siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil)," ucap Rizal mengutip ayat Al Quran dan ungkapan Arab.

Rizal mengungkapkan alasan mencalonkan diri karena ingin membangun perekonomian Indonesia yang selama ini stagnan di kisaran 5%. Capaian ekonomi sebesar ini, kata dia, tidak cukup menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, menyebabkan daya beli lemah dan kemiskinan sulit ditekan.

"Ekonomi Jepang tumbuh 12% selama 20 tahun setelah perang dunia kedua. Pertumbuhan ekonomi China bisa 12% dalam 20 tahun lebih. Insyaallah kami genjot pertumbuhan ekonomi di atas 10% dalam 5 tahun," paparnya.

"Jika ekonomi tumbuh di atas 10 persen, pendapatan perkapita tahun 2019 dari 4 ribu dolar akan kita naikan minimum jadi 7 ribu dolar. Dengan pertumbuhan ekonomi dua kali lipat dari hari ini maka lapangan kerja jadi banyak," sambung Rizal disambut tepuk tangan pengurus FSPKEP.

Rizal menekankan bahwa Indonesia bisa menjadi negara makmur, hebat dan disegani negara lain. Banyak cara untuk bisa mewujudkannya. Syarat terpenting adalah tidak mengikuti model pembangunan yang disodorkan Bank Dunia dan IMF.

Rizal menceritakan saat dirinya masuk kabinet era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai Menko Ekuin dan Menkeu, pertumbuhan ekonomi Indonesia minus 3%. Namun dalam kurun 21 bulan, ekonomi mampu digenjot jadi plus 4,5% atau naik 7,5%, ekpor naik 200%, harga beras stabil tanpa impor, dan gaji PNS naik 2 kali dengan total kenaikan 125%.

Jika pertumbuhan naik harusnya hutang bertambah. Ini tidak terjadi ketika era pemerintahan Gus Dur. Logika seperti itu, kata Rizal, logika ekonom konservatif yang manut saran-saran Bank Dunia.

"Ekonomi itu bukan sekedar hitung-hitungan teknis, tapi harus ada keberpihakan. Setiap policy jelas ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan. Kalau hanya menaikkan harga gampang, tidak perlu sekolah. Banyak cara kok, harga tidak naik tapi cost turun," kata Rizal.

Saat menjabat Menko Ekuin dan Menkeu, yang dilakukan Rizal justru mengurangi hutang nego minus 4,15 miliar dolar. Salah satu caranya menukar hutang dengan konservasi hutan.

"Seperti dengan Jerman kami tukar beberapa ratus dolar. Kami juga tukar hutang bunga mahal dengan hutan bunga murah dengan Kuwait. Kuwait senang Indonesia bisa melunasi hutang. Menkeunya datang ketemu saya, tanya mau hadiah apa. Saya bilang Bandung macet, makanya dibangun fly over Pasopati. Itu dibangun Kuwait, gratis," kata Rizal lagi.

Dia juga menekankan Indonesia bisa berubah jika kepemimpinan model pencitraan ditinggalkan. Menurut mantan penasihat ekonom Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) ini sudah seharusnya kompetisi kepemimpinan yang berlaku di Indonesia adalah kompetisi gagasan.

"Dengan begitu pemimpin Indonesia adalah pemimpin yang amanah, berintegritas, dan kaya gagasan. Pemimpin yang membuat pembangunan dinikmati 40 persen rakyat ekonomi bawah, bukan hanya dinikmati 20 persen kalangan atas," tukasnya. [rmol]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita