Rakyat Menderita Dan Tertekan, Program Nawacita Jokowi Mulai Redup Tak Terdengar

Rakyat Menderita Dan Tertekan, Program Nawacita Jokowi Mulai Redup Tak Terdengar

Gelora Media
facebook twitter whatsapp
www.gelora.co - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai program Nawacita yang menjadi slogan pemerintah mulai tak terdengar. Menurutnya, negeri ini dikelola dengan narasi yang gamang, seperti slogan 'kerja, kerja, kerja' tanpa perencanaan dan agenda yang jelas di masa depan.

"Kita seperti berjalan hanya untuk hari ini dan kepentingan jangka pendek. Pembangunan infrastruktur telah dijadikan simbol keberhasilan penguasa saat ini, sehingga menghiraukan program keberhasilan yang telah dicapai penguasa sebelumnya. Rakyat telah mengeluh akan situasi hidup sehari-hari. Program Nawacita yang menjadi konsep dasar pembangunan dalam kampanye dan menjadi cita-cita mulia, mulai redup dari telinga kita," ucap politisi PKS tersebut di Jakarta, kemarin.

Fahri juga melihat kesenjangan ekonomi terjadi melebar dan terus melebar, termasuk, pembelahan akibat pilihan politik pun terjadi yang ironisnya, negara menjadi aktor pemicu pembelahan. Isu radikalisme dan ekstrimisme adalah strategi kaum populis di pra-pertarungan elektoral Eropa dan Amerika sekarang ini akan diujicobakan.

"Di Asia, juga Indonesia. rakyat menderita. Maka itulah, rakyat hari ini butuh makan, sandang dan pangan. Juga butuh kepastian dan harapan, mereka ingin diperhatikan layaknya manusia yang beradab dan merdeka di negeri yang kaya raya ini," katanya sambil menyebut konflik sosial dan politik menyebabkan rakyat telah lelah dan menderita.

Oleh karena itu, Fahri tidak memungkiri kalau rakyat ingin semua pemimpinnya bersatu dalam ikatan kebangsaan, juga butuh pemimpin yang dapat mewujudkan janji dan cita-cita kemerdekaan.

"Pemimpin yang tahu tentang apa yang dirasakan dan merasakan apa yang diinginkan. Mereka ingin merdeka dari berbagai penderitaan dan tekanan berbagai dimensi kehidupan," tegas anggota DPR RI dari dapil Nusa Tenggara Barat (NTB) itu.

Fahri Hamzah mendorong tokoh-tokoh muda berpotensi yang ada di partai politik (parpol) atau anggota parpol supaya berani maju menjadi calon presiden pada pemilihan presiden (Pilpres) 2019 mendatang.

Dengan munculnya tokoh-tokoh muda ini, masyarakat akan mempunyai banyak calon dengan banyak rencana.

“Kalau orang hanya mendorong dirinya menjadi wakil, itu kan artinya tidak ada kontestasi dan hanya mengikuti agenda orang yang sudah ada,” ucapnya.

Padahal, menurut Fahri, pilpres mendatang memerlukan perdebatan tentang rencana baru, inisiatif baru, termasuk rancangan baru dalam menghadapi Indonesia yang persoalannya semakin lama semakin kompleks. (rn)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita