Obat yang Ditarik tak Darurat

Obat yang Ditarik tak Darurat

Gelora News
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co - Unsur halal-haram dalam hukum Islam secara syariat juga terkait situasi-situasi darurat. Dua obat yang disebut mengandung DNA babi, Viostin DS produksi PT Pharos Indonesia dan tablet Enzyplex produksi PT Medifarma Laboratories, dinilai tak memenuhi unsur kedaruratan tersebut.

"Kedua obat ini bukan termasuk obat untuk kondisi darurat sehingga memang tidak perlu digunakan secara darurat kalau tidak halal," ujar dr Ari F Syam SpPD dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI RSCM kepada Republika.co.id, Jumat (2/1).

Berdasarkan pengamatannya, selama ini, kedua produk tersebut memang sudah umum digunakan oleh masyarakat. Enzyplex yang mengandung enzim, antikembung, dan vitamin B kompleks biasanya digunakan untuk mengatasi kembuh dan gangguan pencernaan lain.

Sedangkan, Viostin DS mengandung glukosamin dan khondriotin sulfat sebagai suplemen sendi. "Banyak pasien yang merasa nyaman setelah menggunakan obat ini," ujarnya. Namun, lanjutnya, sebenarnya masyarakat tidak perlu panik dengan ditariknya kedua produk ini karena ada obat lain di pasaran yang bisa menggantikan manfaat dari kedua suplemen tersebut.

Apalagi kalau selama ini kedua produk tersebut digunakan hanya untuk kesehatan sendi untuk Viostin DS atau kesehatan pencernaan untuk Enzyplex. "Sehingga, menyetop obat ini tidak akan membuat masalah buat kesehatan," tambahnya.

Akan tetapi, untuk masyarakat yang selama ini menggunakan kedua suplemen ini sebagai obat, sebaiknya memang ke dokter terlebih dahulu untuk mengetahui penyebab dari nyeri sendi atau keluhan kembung yang terjadi. Dengan begitu, pengobatan yang tepat dapat dilakukan.

Sejauh ini, unsur mengandung babi dalam kedua obat dan suplemen yang dinyatakan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) adalah cangkang kapsul. Penemuan DNA babi berhasil ditelusuri setelah dilakukan analisis berbasis asam nukleat.

Kepala Laboratorium UI Halal Center, Amarila Malik, mengatakan, gelatin merupakan protein yang diperoleh dari hidrolisis parsial kolagen dari kulit, jaringan ikat putih, dan tulang hewan. Dalam industri farmasi, gelatin digunakan dalam pembuatan kapsul lunak dan kapsul keras, tablet, granul, suplemen makanan, dan sebagai penyalut bagi produk-produk obat.

"Sumber gelatin dapat berasal dari mamalia, seperti sapi dan babi, juga dari unggas dan ikan. Namun, paling sering digunakan adalah gelatin yang berasal dari sapi atau babi," ujarnya kepada Republika.co.id, kemarin

Amarila dan tim riset bioteknologi farmasi menjelaskan proses pembuatannya, gelatin terbagi menjadi dua tipe, yaitu gelatin tipe A dan gelatin tipe B. Gelatin tipe A umumnya dibuat dari kulit hewan muda (seperti kulit babi) dengan cara direndam dalam larutan asam sehingga proses pelunakannya dapat terjadi lebih cepat. Sedangkan, gelatin tipe B umumnya dibuat dari kulit atau tulang sapi dengan cara direndam dalam larutan basa.

Secara ekonomis, gelatin tipe A lebih disukai produsen obat-obatam dibandingkan dengan gelatin tipe B. Gelatin yang direndam dalam larutan asam (gelatin tipe A) membutuhkan waktu yang lebih singkat, yaitu 3-4 minggu dibandingkan dengan gelatin yang direndam dalam larutan basa (sekitar 3 bulan).

Gelatin tipe A juga tidak memerlukan larutan pencuci yang banyak dan prosesnya lebih singkat. Namun, di Indonesia gelatin tipe A yang berasal dari babi memiliki permasalahan terkait dengan status nonhalalnya.

Dengan cara pembuatan gelatin lewat ekstraksi dengan menggunakan suhu tinggi, sterilisasi, dan pengeringan serta tak terstandardisasi, ini menimbulkan dampak jumlah materi yang dapat dianalisis untuk mengetahui sumber asalnya menjadi sekelumit karena amat terdegradasi. Degradasi gelatin menyebabkan kesulitan tersendiri dalam identifikasi spesies asal gelatin berbasis protein gelatin.

Namun, karena gelatin berasal dari jaringan hewan, seperti kulit dan tulang, di dalam gelatin tersebut masih mengandung asam nukleat DNA yang terbawa pada saat proses pembuatan. "Sekelumit asam nukleat DNA ini dapat dimanfaatkan untuk analisis gelatin sehingga dapat diketahui asal spesies gelatin yang digunakan," kata Amarila. n ed: fitriyan zamzami.[rol]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita