Miris, Kepala Sekolah Manfaatkan Data Murid yang Telah Meninggal Untuk Dapatkan BOS

Miris, Kepala Sekolah Manfaatkan Data Murid yang Telah Meninggal Untuk Dapatkan BOS

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co -  Sidang perkara kasus korupsi dana Bantuan Siswa Miskin (BSM) dan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) SMPN 24 Bandar Lampung, kembali digelar di Pengadilan Tipikor Tanjungkarang.

Dua terdakwa yakni Ayu Septaria dan Eti Kurniasih secara bergantian memberi keterangan di hadapan Majelis Hakim. Kedua terdakwa mengaku menggunakan data siswa yang telah meninggal dunia untuk korupsi.

Dalam keterangan Terdakwa Eti Kurniasih menyebutkan jika data siswa yang digunakan untuk pencairan dana yang dikorupsi itu merupakan data siswa yang telah meninggal dunia.

"Sebagian diambil dari data yang didapat dari data siswa yang sudah meninggal dunia, atau data yang siswanya sudah lulus," ujar Eti di persidangan, Senin (19/2).

Eti bahkan meyebutkan jika dana yang berasal dari BOS dan BSM tidak disalurkan, untuk aktifitas kegiatan belajar mengajar menggunakan dana yang berasal dari dana komite hasil pungutan dari orang tua siswa,

"Dana yang digunakan untuk aktifitas itu dari dana komite dari iuran orang Rp100 Ribu per satu siswanya," kata Eti.

Hakim Anggota Gustina Aryani mempertanyakan, apakah saudara mengetahui jika perbuatan itu salah? Menanggapi itu terdakwa Eti mengungkapkan jika dia mengetahui perbuatan tersebut salah.

"Tahu saya salah bu, tapi Saya takut dipecat karena ibu Helen mengatakan kamu akan saya keluarkan dari sini kalau tidak mengerjakan. Saya juga katakan sama dia (Helen) perbuatannya ini salah tapi Bu Helen menjawab buat buat saja," katanya.

Eti menyebutkan jika dia tidak tahu berapa jumlah setiap kali pencairan, yang menanda tangani setiap pencairan Kepala Sekolah Helendrasari dan bendahara Ayu. Menurut Eti Inspektorat bahkan pernah datang melakukan pengecekan atau mengaudit dana BSM,

"Inspektorat datang setahun sekali, saya kurang tahu apa hasilnya, apakah ada temuan atau tidak," katanya.

Semestinya semua pegawai yang ada dilingkungan sekolah kata Eti, harus mengetahui LKS sekolah tersebut, hanya saja Helendrasari melarangnya mengatakan kepada pegawai lain,

"Kata Helen jangan kasih tau siap-siapa soal dana LKS cukup kita saja yang tahu. Semestinya semua pegawai yang ada didalam sekolah mengetahuinya," kata dia.

Sementara terdakwa Ayu dalam persidangan menyebutkan jika setiap kali pencairan selalu ikut Kepala Sekolah Helendrasari mengambil uang tersebut.

Karena menurut Ayu, apabila tidak dicairkan akan menghambat proses belajar mengajar. Setelah cair dana tersebut kata Ayu diambi oleh Helen.

Majelis kembali mempertanyakan apakah Ayu selaku bendahara ada bukti penyerahan kepada Helendrasari, terdakwa hanya terdiam dan menjawab uang tersebut diperlukan sekolah, "Saya lihat disekolah tersebut proses belajar mengajarnya berjalan lancar," katanya.

Diketahui dalam kasus ini Mahkamah Agung memperberat hukuman Helendrasari selaku Kepala Sekolah. Helen dijatuhi hukuman selama 7 tahun penjara terkait korupsi dana BOS Rp.858 juta, selain itu Helendra juga dijatuhi hukuman yang sama atas kasus dana BSM sejumlah Rp. 900 juta. (tn)

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA