Jokowi Sering Marah

Jokowi Sering Marah

Gelora News
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co - Akhir-akhir ini, Presiden Jokowi sering marah. Jika tak puas dengan kinerja anak buahnya, eks Walikota Solo itu tak segan mengungkapkan unek-uneknya bahkan menegur langsung di depan umum.

Akhir Januari lalu, Jokowi menegur Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita di Istana. Kamis (15/2), Jokowi menegur Menteri Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi (Menristekdikti) M Nasir. Jokowi tak puas ke Mendag karena ekspor jeblok, kalah jauh dari negara-negara tetangga. 

Soal Jokowi yang marah kepada Mendag ini pernah direspons dalang nyentrik Sudjiwo Tedjo di akun Twitter miliknya, @sudjiwotedjo. Dia bilang, bila mebel yang kau mandatkan ke pengusaha mebel ternyata jeblok, kau tak perlu menyaksikan pengusaha itu marah-marah ke tukang-tukangnya.  "Yang diperlukan hanya pengusaha itu minta maaf kepadamu sbg pemberi mandat dan tak akan ngulangin. Soal dia marah-marah ke tukang-tukangnya, itu urusan internal," cuitnya. 

Lalu, apa yang membuat Jokowi marah ke Nasir? Teguran Jokowi ke Nasir disampaikan saat menghadiri pembukaan Konferensi Forum Rektor Indonesia (FRI) 2018, di Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (15/2). Selain Nasir, hadir juga Mensesneg Pratikno, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo, Ketua Forum Rektor Prof Suyatno dan Rektor Unhas Prof Dwia Ariestina Pulubuhu. 

Di awal-awal sambutan, Jokowi masih menyampaikan hal ringan, seperti mengomentari soal pakaiannya, lalu berpantun yang disambut tepuk tangan. Kostum Jokowi saat itu memang beda sendiri. Jika yang lain memakai batik, Jokowi memakai stelan jas gelap dengan dasi berwarna merah. Ia beralasan, tak memakai batik lantaran kehujanan saat kunjungan kerja ke Gowa dan Takalar. Karena itu, saat tiba di Unhas, Jokowi minta izin ke rektor untuk ganti baju. "Saya bertanya, yang hadir katanya banyak yang pakai batik, tapi batik saya basah, adanya jas, ya saya pakai jas. Jadi mohon maaf saya salah kostum sendiri," kata Jokowi yang disambut senyum hadirin. 

Baru setelah itu pidato Jokowi mulai agak berat. Jokowi berharap para rektor melakukan terobosan besar di bidang pendidikan. Kata dia, terobosan di bidang pendidikan harus lebih signifikan dibanding terobosan pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah dalam tiga tahun terakhir ini. Soalnya, investasi di infrastruktur dan SDM adalah kata kunci agar bisa bersaing dengan negara lain. 

Jokowi kemudian bercerita usulan Menteri Nasir soal pemberian izin universitas asing masuk ke Indonesia. Jokowi menilai usulan ini bagus sebagai cara agar universitas di Indonesia berbenah dan berinovasi, karena adanya kompetisi. Hanya saja, Jokowi belum menyetujuinya. Ia meminta Menteri Nasir berbicara dengan semua rektor, baik negeri maupun swasta untuk membicarakan persoalan tersebut. "Kalau tanpa diberi kompetitor (bisa) berubah ya enggak usah (universitas asing). Tapi kalau kita tunggu enggak berubah, ya kita beri. Gimana setuju atau tidak? Kok diam semua. Silakan nanti dibicarakan dengan Menristekdikti,"  ujarnya. 

Jokowi memahami bahwa kondisi perguruan tinggi beragam. Ada yang memang sudah bisa dikatakan world class university. Tapi juga ada perguruan tinggi yang masih dihadapkan pada permasalahan-permasalahan dasar. Jokowi meminta universitas menjawab tantangan zaman dengan membuka fakultas atau program studi yang baru, yang inovatif, yang memanfaatkan peluang lanskap ekonomi global. 

Terakhir, Jokowi menekankan pentingnya deregulasi dan debirokratisasi dalam manajemen perguruan tinggi. Ia mengingatkan tentang prioritas dan fokus dalam penggunaan anggaran. Jangan lagi anggaran dibagi rata ke berbagai kegiatan yang tanpa fokus. "Bertahun-tahun dilakukan, hasilnya tiap tahun enggak berasa. Kontrolnya secara manajemen juga sulit. Kadang 'baunya' saja tidak terasa, duitnya hilang, hasilnya juga tidak terlihat sama sekali. 'Baunya' kadang-kadang tidak kelihatan, apalagi fisiknya," ujarnya. 

Untuk itu Jokowi mengingatkan agar tidak terjebak pada rutinitas yang monoton. Perguruan tinggi harus berani melakukan perubahan dan berinovasi. "Saya tegur Menristekdikti agar fakultas yang sudah berpuluh tahun tidak mengubah diri segera kita ubah karena dunia sudah berubah sangat cepatnya," ujarnya. Selama tiga tahun ini, dia mencatat terus berusaha memangkas regulasi dan memangkas prosedur yang berbelit-belit. "Saya masih mendengar guru, kepala sekolah tak sempat mendampingi murid belajar karena mengurus SPJ (surat pertanggungjawaban). Saya tidak tahu di perguruan tinggi sama atau tidak, sama saya kira. Negara ini habis energinya hanya karena urusan SPJ," ucapnya.[rmol]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita