Foto Soekarno Dilarang Dipakai Kampanye, Banteng Mengamuk

Foto Soekarno Dilarang Dipakai Kampanye, Banteng Mengamuk

Gelora News
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co - PDIP memprotes keras larangan memasang foto tokoh-tokoh nasional saat kampanye di Pemilu 2019. Soalnya, Soekarno sebagai tokoh ideologis Banteng, jadi saat satu tokoh nasional yang dimaksud. Bagi PDIP, larangan ini sama saja dengan membunuh mereka.

"Bung Karno adalah PDIP, PDIP adalah Bung Karno. Ini seperti mencabut roh dari badan partai. Ya, itu adalah pembunuhan bagi PDIP," ujar Anggota DPP PDIP, Eva Kusuma Sundari kepada Rakyat Merdeka, semalam. 

Eva menjelaskan, memisahkan PDIP dengan Bung Karno melalui peraturan KPU ini seperti pembunuhan terhadap PDIP yang sudah menempatkan posisi Bung Karno sebagai panutan atau patron dalam partai. Bahkan dedication of life. "Bung Karno yang isinya hidup adalah pengabdian kepada rakyat menjadi slogan organisasi," tegasnya. 

Untuk itu, Eva meminta peraturan ini segera dibatalkan. Baginya, aturan ini sama saja menurunkan kualitas pemilu. 

Utamanya, terhadap partai politik berbasis ideologis terhadap tokoh besar, seperti PDIP terhadap Bung Karno. 

"Inu aturan nggak paham esensi keberadaan parpol ideologis dan pentingnya keunikan partai. Ini mendukung kualitas kampanye karena adu gagasan diturunkan dari ideologi kita, bukan ahistoris. Jadi harus dibatalkan," tegasnya. 

"Ini repot jika regulator bertindak seperti konsultan ke klien, gak paham partai dan misi pendidikan politik. Fokus saja ke free n fair competition tapi jangan tinggalkan sejarah (pembentukan NKRI)," pungkasnya. 

Protes keras dari PDIP ini merupakan reaksi atas aturan KPU yang melarang memasang gambar tokoh nasional sebagai alat peraga kampanye yang tidak ada kaitannya dengan partai. Aturan itu, tertuang dalam Peraturan KPU (PKPU) No. 4 tahun 2017. 

Larangan tersebut terdapat pada bagian kedua tentang Penyebaran Bahan Kampanye Pasal 24 ayat 3 yang menyatakan, "desain dan materi bahan kampanye yang difasilitasi oleh KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP Kabupaten/Kota atau yang dicetak oleh pasangan calon sebagaimana dimaksud Pasal 23 ayat 1, 2 dan 3 dilarang mencantumkan foto atau nama presiden dan wakil presiden Republik Indonesia dan/atau pihak lain yang tidak menjadi pengurus partai politik." 

Peraturan itu diamini Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan. Dijelaskan, parpol dilarang memasang gambar tokoh nasional yang bukan pengurus parpol dalam alat peraga kampanyenya. Misalnya, gambar Presiden RI ke-1 Soekarno, Presiden RI ke-2 Soeharto, Presiden RI ke-3 Baharuddin Jusuf Habibie, Jenderal Besar Soedirman, hingga pendiri Nahdhatul Ulama KH Hasyim Asy'ari. 

"Itu tak diperkenankan ada dalam alat peraga kampanye. Bukan tidak suka. Bukan pengurus parpol sehingga tak boleh dalam alat peraga kampanye,"  kata Wahyu di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta, Senin (26/2) lalu. 

Berbeda jika tokoh nasional itu seperti Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri dan Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono. Sebab, keduanya merupakan pimpinan parpol di Indonesia. "(Megawati dan SBY) boleh, karena pengurus parpol. BJ Habibie tidak boleh, karena bukan pengurus parpol. Pak Soeharto tidak boleh, beliau bukan pengurus parpol," ucap Wahyu. 

KPU pun menegaskan, semua tokoh nasional yang bukan pengurus dari suatu parpol tak boleh dipasang pada alat peraga kampanye partai. 

Ia menyarankan, desain dan materi konten alat peraga kampanye baiknya dilaporkan ke KPU untuk dilihat apakah sesuai dengan aturan atau tidak. "Untuk memastikan apakah design dan materi alat peraga kampanye sesuai ketentuan. Maka design dan materi dilaporkan ke KPU untuk dikoreksi. Memastikan tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku," pungkasnya. 

Sebenarnya, bukan PDIP saja yang berang dengan peraturan ini. PKB juga demikian. Pasalnya, partai ini identik dengan Gus Dur, hingga Kiai Hasyim Ashari. Wasekjen PKB, Daniel Johan bahkan tak menjamin jika kampanye nanti akan bebas dari gambar para tokoh NU itu. 

"Rasa cinta kepada tokoh itu kadang sulit dibendung, cara mengatasinya juga perlu pendekatan yang berbeda. Jangan sampai pelarangan membuat kesan tokoh-tokoh bangsa ini jadi seperti tokoh terlarang,"  ujar Daniel, kepada wartawan kemarin.[rmol]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita