Cerita Safari Dakwah DDII ke Mentawai: Sampai Ada Masjid Menjadi Kandang Babi

Cerita Safari Dakwah DDII ke Mentawai: Sampai Ada Masjid Menjadi Kandang Babi

Gelora News
facebook twitter whatsapp


www.gelora.co - Ahad (4/2) siang terik, Tim Safari Dakwah Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) menginjakkan kaki di Desa Berkat Ilahi. Bukan, gentar bukan lantaran desa ini mayoritas penduduknya non-Muslim, melainkan kisah yang meremas hati tentangnya.

Pada 1954, desa di seberang Ibukota Kecamatan Sikakap, Kab Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, ini diresmikan oleh Wakil Presiden Mohamad Hatta. Wapres Hatta menamakannya sebagai Desa Berkat Ilahi, lantaran saat itu penduduknya 100% Muslim.

Namun, sepuluh tahun kemudian, seluruh warga Desa Berkat berbalik aqidah. Satu-satunya masjid di desa itu roboh tak terpakai dan akhirnya jadi (maaf) kandang babi. Tragedi tersebut karena tiadanya da’i yang ditempatkan di sana. Umat mualaf akhirnya ‘’diopeni’’ pihak lain.

Siswono Yudohusodo, sewaktu menjadi Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan, pernah mengingatkan agar Mentawai tidak dilalaikan. “Kita sangat berdosa jika membiarkan masyarakat Mentawai hidup tertinggal sangat jauh dari saudara-saudaranya yang ada di Sumatera Barat sendiri maupun di daerah lain di Indonesia,” tutur Siswono saat memberi pengarahan pada Seminar Nasional ‘‘Pulau-Pulau Kecil, Terpencil, dan Strategis di Bukittinggi’’ pada Maret 1997.

Pada 2013, melalui Gerakan Muslim Minang (GMM) donatur dari Kajang, Malaysia, membangun Mushola Berkah Ilahi di sana. Ini menandai aktifnya gerakan dakwah. Alhamdulillah, saat ini sudah ada tujuh keluarga muslim dari total 97 KK penduduk Berkat Ilahi. Mereka dibina Ustadz Sulaiman, da’i asal Pulau Siberut, Mentawai, yang ditugaskan GMM.

Secara historis, menurut mantan Ketua Dewan Dakwah Sumbar, Buya Mas’ud Abidin, Islam lebih dulu masuk ke Mentawai. Agama Islam dibawa suku-suku tetangga Mentawai, terutama Enggano, Bengkulu, Aceh dan Minangkabau.

Orang Mentawai telah berasimilasi dengan pendatang-pendatang Muslim dari Melayu, Aceh, Bugis terutama di Pasapuat (Pagai Utara) sejak 1879. Juga di Labuhan Bajau (Siberut Utara) yang sudah sejak dulu didiami orang Bugis dan Aceh.

Sedangkan Misionaris Protestan baru mengenal Mentawai tahun 1901 di bawah Pendeta August Lett dan rekannya A. Kramer dari Jerman. Dan Pastor Katolik baru menjejakkan kaki di kepulauan ini tahun 1954 di bawah Pastor Aurelio Cannizzaro.

Buya Mas’ud dalam bukunya ‘’Dalam Pelukan Muhtadin Mentawai – 30 Tahun Perjalanan Dakwah Ilallah 1967-1997’’ menuturkan, Program Dakwah Khusus Mentawai dicanangkan Mohammad Natsir pada 1968.

Pada 1970, Dewan Dakwah mulai mengirimkan para da’i ke Mentawai. Diantaranya Abdul Hadi, Aruni, Usmar Marlen, dan Najib Adnan serta Buya Batubara dari Sumatera. Juga sejumlah da’i asal Pulau Jawa.

Sejak 1973, Dewan Dakwah mendidik kader kader da’i dari putra daerah Mentawai. Misalnya Zulkifli, yang bertugas di Sipora. Mereka dikirim ke Pesantren Darul Fallahxe “Darul Fallah”, Ciampea, Bogor, untuk menjalani pendidikan kepesantrenan dan pertanian, sebelum kembali ke daerah asalnya untuk bertugas.

Mulai 2011, da’i Dewan Dakwah yang ditugaskan ke Mentawai adalah sarjana Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) Mohammad Natsir. Diantaranya: Mahmud (Siberut), Heri Sitorus (Sikakap), Surachman (Makalo), Yasir dan dilanjutkan oleh Nurul Mihardja (Tubeket), serta Agus Nadi (Sikakap).

Begitupun, kerja para da’i Dewan Dakwah dan lembaga lainnya, masih belum meng-cover kebutuhan Mentawai. Masih banyak dusun bahkan desa muslim yang belum mendapat jatah da’i. “Di Sikakap ini saja ada 13 dusun, belum semuanya ada da’i,” ungkap Agus Nadi yang bersama istrinya membina 43 anak muallaf Mentawai di Asrama Dewan Dakwah Sikakap.

Ketua Umum Dewan dakwah, M Siddik, menyeru kaum muslimin untuk terus mendukung Program Dakwah Pedalaman, sejak pendidikan kader da’i, penempatan, hingga pengembangan jamaah binaan.

Kunjungan Laznas Dewan Dakwah Pusat

Kedatangan rombongan yang terdiri dari LAZNAS Dewan Dakwah Pusat, Sumatera Barat, dan perwakilan LAZ Bank Syariah Mandiri (BSM), disambut gembira semua warga muslim. Mereka menjemput di dermaga perahu, dan mengiringi langkah kaki Tim sejauh lebih kurang 2 km menuju ke mushola.

‘’Menjadi umat minoritas, di sisi lain patut disyukuri. Biasanya kita menjadi lebih bersemangat dalam beribadah dan bersatu dengan saudara seiman,’’ pesan Nurbowo dari LAZNAS Dewan Dakwah saat menyampaikan sambutan di hadapan jamaah Mushola Berkah Ilahi.

Tim kemudian membagikan cindera hati berupa paket sembako, mukena, dan kain sarung persembahan LAZ BSM. Jamaah pria juga menerima bingkisan berupa baju batik Pekalongan bawaan Mudatsir dari Komunitas Petani Bawang Merah Nusantara.

Ustadz Sulaiman terharu sangat siang itu. ‘’Terima kasih, tolong sering-seringlah kami dikunjungi,’’ katanya dalam bahasa sederhana. [sic]

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA