Kalau Nyalla Dapat Tiket, Ceritanya Beda

Kalau Nyalla Dapat Tiket, Ceritanya Beda

Gelora News
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co - Kasus mahar politik yang terjadi antara La Nyalla Mattalitti dengan Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto berbuntut panjang. Kedua belah pihak harus menjelaskan ke publik siapa yang benar. Belum lagi jika kasus ini berujung ke meja hijau. Duh, ribet banget. Andai Nyalla dapet tiket di Pilgub Jatim, pasti ceritanya tak begini.

Kemarin, Nyalla dipanggil Bawaslu Jatim untuk menjelaskan pernyataannya ihwal mahar politik. Tapi, Nyalla tidak hadir. Dia sedang berada di luar Surabaya. Sementara, Kantor Bawaslu Jatim terletak di Surabaya. Kepastian absennya Ketua Kamar Dagang Dan Industri (Kadin) Jatim itu disampaikan Hadi Purnomo, Direktur Eksekutir Kadin Jatim yang mendatangi Kantor Bawaslu, kemarin siang. Dia menyerahkan surat keterangan berhalangan hadir Nyalla. 

"Pak Nyalla sedang ada di luar kota, saya hanya diutus beliau untuk menyerahkan surat keterangan tidak hadir. Selebihnya silakan bertanya kepada komisioner Bawaslu," ujar Hadi, kemarin sembari menyebut alasan ketidakhadiran lantaran ada tugas Kadin di luar kota. 

Sekadar latar saja, Nyalla mencurahkan kekesalannya kepada Prabowo Subianto yang ditudingnya meminta uang Rp 40 miliar. Karena tidak dipenuhi, Prabowo disebut-sebut marah dan membatalkan pencalonannya. 

Nyalla diketahui mendapatkan surat mandat dari Prabowo pada 11 Desember 2017. Surat mandat tersebut berlaku 10 hari dan berakhir pada 20 Desember 2017. Dalam surat nomor 12-0036/B/DPP-GERINDRA/ Pilkada/2017 tersebut dijelaskan bahwa Nyalla sebagai cagub Jatim sedang diproses DPP Partai Gerindra. Karena itu, selain diminta mencari mitra koalisi, Nyalla juga diminta menyiapkan kelengkapan pemenangan. Salah satu kelengkapan pemenangan, Nyalla diminta uang Rp 40 miliar oleh Prabowo. Uang itu digunakan untuk saksi dalam Pilkada Jatim. 

Permintaan itu dilakukan saat Nyalla melangsungkan pertemuan dengan Prabowo di Hambalang, Bogor, Sabtu (10/12/2017), bertepatan dengan Gerindra mengumumkan Mayjen (Purn) Sudrajat sebagai calon gubernur Jawa Barat. Selain itu, Nyalla mengklaim sudah mengeluarkan uang sebesar Rp 5,9 miliar kepada Ketua DPD Gerindra Jawa Timur, Supriyanto. Dia juga diminta mencairkan cek senilai Rp 70 miliar untuk mendapat surat rekomendasi dari Partai Gerindra. 

Kegeraman Nyalla tidak berhenti di situ, dia berniat menempuh jalur hukum terkait permintaan uang mahar politik. Ketua Progres 98 Faisal Assegaf, selaku perwakilan tim hukum, mengatakan laporan akan dibuat ke Mabes Polri dan KPK atas politik uang yang diduga dilakukan oknum Partai Gerindra. 

Namun, hingga kemarin, KPK dan Polri belum menerima laporan dari Nyalla. "Sejauh ini saya belum membaca laporan tersebut," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang kepada wartawan, kemarin. Menurut Saut, rencana Nyalla melaporkan dugaan mahar politik tersebut merupakan langkah yang baik. "Itu baik untuk transparansi dan pembangunan peradaban politik kita yang lebih berkualitas," kata Saut. 

Selain KPK, Polri juga menyatakan belum menerima laporan dari Nyalla. Kepala Divisi Humas Polri Irjen Setyo Wasisto mengatakan, Polri akan menerima apabila ada laporan dari Nyalla. "(Tapi) kalau tidak, ya tidak bisa kami memaksa. Tetapi sampai saat ini belum ada laporan," kata Setyo di Mabes Polri. 

Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menyebut persoalan antara Nyalla dengan Prabowo hanyalah permasalahan komunikasi. "Saya kira itu miskomunikasi lah ya," ucap Fadli di Senayan, Jakarta, beberapa hari lalu. 

Ditanya besarnya dana yang diminta Prabowo dan harus disiapkan Nyalla sebelum tanggal 20 Desember 2017, Fadli menegaskan dana tersebut bukan untuk pribadi Prabowo melainkan untuk kepentingan calon menghadapi Pilkada. 

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini berkelakar, kasus mahar politik itu ibarat kentut. Baunya ada, tapi pelakunya sulit ketahuan. Nyalla, disebut orang yang berani mengungkap hal ini. "Kalau Nyalla dapat tiket mungkin ceritanya nggak begini. Tapi karena sudah gaduh, keduanya harus klarifikasi. Saat ini yang tepat ya ke Bawaslu Jatim," ujar Titi kepada Rakyat Merdeka, tadi malam. Namun, menurut Titi, tidak hadirnya Nyalla di Bawaslu Jatim menambah kisruh dan bisa menimbulkan spekulasi baru. 

Selain Nyalla, lanjut dia, penjelasan dari Prabowo juga diperlukan untuk memperbaiki citra keduanya. "Prabowo juga belum tentu salah, kan dasarnya keterangan di media. Jadi biar jelas ya ke Bawaslu. Ini momentum untuk klarifikasi," kata Titi.[rmol]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita