Ini Orang Indonesia Pertama yang Jadi Imam Masjid al-Haram

Ini Orang Indonesia Pertama yang Jadi Imam Masjid al-Haram

Gelora News
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co - Secara geografis, Indonesia cukup beralasan untuk disebut sebagai negeri pinggiran dalam dunia Islam yang berpusat di Semenanjung Arab. Namun, dalam sejarahnya, umat Islam di Indonesia berperan signifikan dalam tataran global. Setidaknya sejak awal abad ke-19, banyak ulama dari Nusantara yang menduduki posisi penting di Makkah dan Madinah.

Salah satunya adalah Syekh Junaid al-Batawi. Dialah orang Indonesia pertama yang menjadi imam besar Masjid al-Haram.

Selama puncak kariernya, ulama yang lahir di Pekojan, Jakarta, itu digelari sebagai gurunya guru (syaikhul masyakih) para ulama mazhab Syafii dari pelbagai penjuru dunia. Karena itu, tokoh ini juga dipandang sebagai poros silsilah ulama Betawi dalam masa modern. Demikian dikutip dari buku 'Genealogi Intelektual Ulama Betawi' (2011).

Tahun kelahiran sang syekh belum dapat diketahui secara pasti. Begitu pula dengan tanggal wafatnya. Pemerhati sejarah Jakarta, Alwi Shahab, menyebut 1840 sebagai tahun meninggalnya Syekh Junaid al-Batawi. Namun, pendapat berbeda disampaikan Ridwan Saidi.

Budayawan Betawi itu menjelaskan, pada 1894-1895 sang syekh berusia hampir 90 tahun berdasarkan catatan Snouck Hurgronje yang pernah menyusup ke Makkah. Orientalis Belanda itu diketahui sempat mencoba bertemu dengan Syekh Junaid al-Batawi, tetapi sang imam Masjid al-Haram tersebut menolaknya.

Catatan Hurgronje kemudian menjadi buku berjudul 'Mecca in the Latter Part of 19thCentury'. Di sana, terungkap bahwa Syekh Junaid al-Batawi telah bermukim di Makkah selama 60 tahun sejak 1834. Syekh Junaid al-Batawi memiliki seorang istri, yakni Siti Rohmah. Pasangan tersebut dikaruniai empat orang anak. Dua di antaranya adalah laki-laki bernama Asad dan Said.

Salah seorang putri Syekh Junaid al-Batawi dinikahkan dengan muridnya sendiri, Syekh Mujitaba al-Batawi. Adapun putrinya yang lain dijodohkannya dengan Abdurrahman al-Mishri.

Selama di Tanah Suci, cukup banyak ulama Nusantara yang berguru kepada Syekh Junaid al-Batawi. Sebut saja Syekh Nawawi al-Bantani (wafat 1897) dan Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi (wafat 1916). Besarnya reputasi Syekh Nawawi dan Syekh Ahmad Khatib jelas menandakan tingginya taraf keilmuan tokoh Betawi tersebut.

Pengakuan yang sama juga datang dari penguasa politik Haramain. Pada 1925, huru-hara sempat terjadi sehingga menumbangkan kekuasaan politik Syarif Ali atas Makkah dan Madinah.

Selanjutnya, Ibnu Saud mulai menancapkan pengaruhnya. Akan tetapi, sebelum hengkang, Syarif Ali sempat memberikan persyaratan kepada Ibnu Saud agar transisi kekuasaan dapat berjalan lancar.

Salah satu syaratnya adalah, bahwa keluarga Syekh Junaid al-Batawi tetap dihormati selayaknya keluarga Ibnu Saud sendiri. Menurut Buya Hamka dalam sebuah seminar pada 1987, poin ini disetujui Ibnu Saud.

Demikianlah sampai saat ini, keturunan Syekh Junaid al-Batawi mendapatkan posisi yang cukup terpandang di tengah masyarakat Arab, baik dalam bidang keilmuan maupun perniagaan. [rol]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita