Politikus PDIP: Saya Tak Akan Menabrak Tiang Listrik

Politikus PDIP: Saya Tak Akan Menabrak Tiang Listrik

Gelora News
facebook twitter whatsapp


www.gelora.co - Wakil Ketua DPRD Kaltim (nonaktif) Dody Rondonuwu menebar senyum saat keluar dari ruangan Plt Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bontang Agus Kurniawan, kemarin (4/12).

Sekitar satu jam ketua DPD PDIP Kaltim itu di ruangan Agus. Mulai pukul 13.00 sampai 14.00 Wita.

Dody memenuhi panggilan ketiga kejaksaan dalam rangka menjalani eksekusi putusan kasasi MA yang menjatuhkan vonis 2 tahun penjara dalam perkara korupsi.

Dua panggilan sebelumnya dia urung hadir karena mengaku tengah berkonsultasi terkait kesehatannya.

Kedatangan Dody ke Kejari Bontang dikawal puluhan loyalisnya. Termasuk anggota DPRD Bontang Agus Suhadi.

Saat Dody masuk ke Kejari Bontang, pendukungnya menunggu di luar dengan kawalan aparat dari Polres Bontang.

Selama di ruang Kajari, Dody mengaku membicarakan seputar alat bantu tidur yang ingin dibawanya ke Lapas Klas III Bontang. Dia menerangkan sudah lima tahun belakangan bergantung dengan alat tersebut.

“Ini lebih penting dari istri saya. Istri saya tinggal, kalau ini (menunjukkan tas yang ditenteng) saya bawa. Namanya Resmed (alat mengatasi gangguan tidur produksi ResMed, red),” terangnya.

Jika tidak menggunakan alat tersebut, klaim dia, bisa terserang stroke, serangan jantung, dan gagal ginjal, karena terkena sleep apnea. Penyakit sejenis gangguan tidur.

“Makanya saya harus bawa alat ini. Tenang, saya tidak akan menabrakkan diri ke tiang listrik tapi ini (Resmed) butuh listrik,” selorohnya.

Dalam kesempatan itu, Dody membantah jika disebut kasus korupsi yang didakwakan kepadanya merugikan negara Rp 6 miliar.

Versi dia, Rp 218 juta lebih. Yakni terdiri dari barang-barang inventaris, antara lain, pin emas, kaus kaki, dan ikat pinggang.

Dody bahkan menyebut sebelum ditetapkan tersangka, dia sudah mengembalikan kerugian negara Rp 244 juta.

“Saya malu dengan kolega karena disebut korupsi Rp 6 miliar. Jadi saya klarifikasi itu. Yang saya kembalikan bahkan lebih,” ungkapnya.

Dia juga menyinggung terkait sejawatnya saat duduk menjadi anggota DPRD Bontang 2000–2004 yang belum diproses hukum. Dia meminta agar mereka tidak diperiksa mengingat usia yang sudah sepuh.

“Sejak awal, target utamanya saya, karena masih aktif di politik. Jadi biarlah mereka itu (koleganya yang sudah sepuh),” terangnya, tanpa memerinci siapa yang menjadikannya target.

Diketahui, meski disebut korupsi berjamaah, dari 25 legislator periode 2000–2004 ada lima nama yang masih bebas. Yakni, RS, MDB, Ab, AWK, dan MA. Termasuk pula mantan wakil wali kota Bontang AM.

“Sudah, saya check in dulu. Kalian tidak usah mengawal sampai hotel (lapas). Di sini saja,” kata Dody kepada pendukungnya.

Politikus gaek itu pun melangkah menuju mobil KT 1129 MZ milik Kejari Bontang. Sempat masuk mobil, Dody keluar lagi untuk menemui istri dan dua anaknya. Beberapa simpatisannya terlihat menitikkan air mata.

Sementara itu, upaya untuk melakukan peninjauan kembali (PK), Dody menyebut akan dirundingkan lebih dulu dengan penasihat hukumnya.

Di tempat yang sama, Plt Kejari Bontang Agus Kurniawan menyebut, kedatangan Dody bisa menjadi contoh. Agar tidak ada lagi pengingkaran hukum. “Kalaupun mengajukan PK itu tidak menghalangi eksekusi,” ujarnya.

Diketahui, kasus yang membelit Dody terjadi saat dirinya menjadi anggota DPRD Bontang periode 2000–2004.

Seluruh legislator saat itu terlibat korupsi berjamaah pengadaan perlengkapan anggota dewan dan asuransi.

Dody dianggap melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 dan 64 KUHP.

Lika-Liku Kasus Dody Rondonuwu

• Lahir di Jakarta, 2 Februari 1963

• Berdasarkan SK Gubernur Kaltim Nomor 171.2.44-1003 tertanggal 7 Februari 2001, Dody bersama Yusuf Abdullah (alm) dan Muslim Arsyad dari PAN dilantik sebagai tambahan dari 22 menjadi 25 anggota DPRD Bontang periode 2000-2004.

IJAZAH PALSU

• Saat akan maju kembali di Pemilu 2004, Dody tersandung kasus ijazah palsu. Oleh JPU dituntut 6 bulan penjara plus denda Rp 5.000.000. Kemudian, divonis PN Bontang 4 bulan penjara dan denda Rp 1.000.000. Di tingkat banding divonis bebas, tingkat kasasi dihukum 4 bulan penjara dan denda Rp 1.000.000. Tapi kemudian permohonan PK-nya dikabulkan MA dan dinyatakan bebas pada 2007.

KORUPSI DI BONTANG

• Lepas dari kasus ijazah palsu, Dody terseret kasus korupsi DPRD Bontang periode 2000-2004 .Namun, proses hukum itu tak menghalangi aktivitas politiknya.

• Berstatus tersangka, Dody tetap dilantik pada 31 Agustus 2009 menjadi anggota DPRD Kaltim. Sehari setelah dilantik, dia legawa ditahan Kejari Bontang.

• Pada 28 Oktober 2009, Dody dikeluarkan dari tahanan berdasarkan surat penetapan Nomor 124/Pid.B/2009/PN.BTG.

• Pada 14 Juni 2010, JPU membacakan tuntutan terhadap Dody dengan pidana 18 bulan penjara, denda Rp 50 juta, dan membayar uang pengganti kerugian negara Rp 218.359.950.

• Pada 19 Agustus 2010, PN Bontang dengan putusan Nomor 160/Pid.B/2009/PN.BTG menyatakan dakwaan penuntut umum batal demi hukum. Berkas perkara dan barang bukti 197 item dikembalikan ke penuntut umum untuk dipergunakan dalam perkara lain.

• Pada 27 Januari 2011, PT Kaltim lewat putusan Nomor 148/PID/2010/PT.KT.SMD membatalkan putusan Nomor 160/Pid.B/2009/PN.BTG dan memerintahkan PN Bontang memeriksa dan memutus pokok perkara tersebut.

• Pada 25 Januari 2012, MA dengan putusan Nomor 1576 K/Pid.Sus/2011 menolak kasasi yang diajukan terdakwa Dody maupun JPU.

• Pada 28 Desember 2012, Dody di-PAW dan digantikan Sapuad di DPRD Kaltim.

• Pada 9 April 2014, Dody yang berstatus terdakwa kembali terpilih menjadi anggota DPRD Kaltim. Dia juga dipercaya menjadi ketua DPD PDI Perjuangan Kaltim sekaligus sebagai wakil ketua DPRD Kaltim.

• Perkara Dody kemudian mengendap karena silang pendapat apakah dilanjutkan di PN Bontang atau di Pengadilan Tipikor Samarinda yang baru terbentuk 2011.

• Dua tahun berlalu, Dody menempuh jalur praperadilan untuk menggugurkan status terdakwa yang melekat pada dirinya. Namun, permohonan praperadilan itu ditolak PN Bontang pada 4 April 2016. Perkara korupsi pun dilanjutkan di PN Bontang, dengan majelis hakim dari Pengadilan Tipikor Samarinda.

• Pada 28 September 2016, Dody divonis 14 bulan penjara. Tidak terima dengan putusan tersebut Dody banding, tapi PT Tipikor Kaltim dengan putusan Nomor 10/PID.TPK/2016/PT.SMD malah memperberat hukumannya menjadi 24 bulan penjara.

• PT Tipikor sempat mengeluarkan perintah penahanan dengan penetapan Nomor 90/Pen.Pid.Tpk/2016/PT.SMR tertanggal 3 Oktober 2016, tapi Dody menghilang.

• Februari 2017, Dody mengajukan kasasi melalui PN Bontang.

• Pada 7 Maret 2017, permohonan kasasi terdaftar di MA dengan nomor register 739 K/PID.SUS/2017.

• Proses pemberhentian sementara (nonaktif) Dody di DPRD Kaltim sempat mengendap. Usulan nonaktif baru dilakukan pada Oktober 2016 dari pimpinan DPRD melalui Gubernur Kaltim, tapi sempat dikembalikan Kemendagri alasan berkas belum lengkap. Akhirnya April 2017 baru benar-benar nonaktif.

• Pada 10 Oktober Mahkamah Agung memutus kasasi Dody dengan amar putusan Tolak Perbaikan.

• Pada 4 Desember 2017 Dody memenuhi panggilan ketiga dari Kejaksaan Negeri Bontang. Dia dijeblokaskan ke Lapas Klas III Bontang untuk menjalani hukuman 2 tahun penjara.[jpnn]

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA