Kasus Tanah Cengkareng, Djarot Harus Ungkap Dugaan Keterlibatan Ahok

Kasus Tanah Cengkareng, Djarot Harus Ungkap Dugaan Keterlibatan Ahok

Gelora News
facebook twitter whatsapp


POST METRO - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta diminta serius menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait pembelian lahan Cengkareng Barat, Jakarta Barat. Disinylair, kasus‎ yang menyebabkan kerugian negara senilai Rp668 miliar ditambah pajak Rp20 miliar ini, menyeret nama mantan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) .

Adapun pembelian lahan seluas 4,6 hektare itu, merupakan disposisi Ahok selaku Gubernur DKI saat itu. Namun, tak lama berselang pasca di disposisi‎, terungkap bahwasanya tanah tersebut adalah milik Dinas Kelautan Pertanian dan Ketahanan Pangan (KPKP) DKI.

Terkait hal itu, ‎politikus Partai Amanat Nasional (PAN), Yandri Susanto, meminta Ahok bertanggung jawab atas uang Rp668 miliar tersebut. "Enggak bisa hanya minta dikembalikan uang itu, tapi harus diusut tindak pidana korupsinya. KPK dan kejaksaan harus berani mengusut kasus ini," kata Yandri di Jakarta, Jumat (8/12/2017).

Ia menilai, jika hanya diminta mengembalikan uang, maka akan mencederai keadilan bagi masyarakat. "Ini sudah jelas Ahok yang salah dalam mengelola anggaran APBD DKI, urusan pidananya enggak diproses," tutupnya.

Pengamat Politik dari Budgeting Metropolitan Watch (BMW), Amir Hamzah, menilai, mantan Wakil Gubernur Djarot Saiful Hidayat, hendaknya ‎turut kooperatif dalam mengungkap kasus tersebut. Karena, lanjut dia, beberapa waktu lalu Djarot sempat menjalani pemeriksaan penyidik Bareskrim Polri. Bahkan, Djarot sempat menyebutkan bahwa kasus lahan Cengkareng lebih kompleks dari dugaan korupsi Rumah Sakit Sumber Waras.

"Sekarang ini harusnya Djarot nggak punya beban lagi, jadi dia harus berani buka-bukaan kepada penegak hukum soal keterlibatan Ahok," tegas Amir di Jakarta, Jumat (8/12/2017).

‎Korupsi

Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno,‎ tak menampik adanya indikasi kuat korupsi dalam kasus sengketa lahan di Cengkareng Barat, Jakarta Barat. Lahan ini, menurutnya, diduga diperuntukkan pembangunan rusun Cengkareng Barat yang belakangan ditemukan bermasalah di mana temuan tersebut tercantum dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK atas laporan keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tahun 2015 silam.

"Itu ada kejadian di mana tanah Pemprov sendiri dibeli Pemprov juga. Selain persoalan lahan Sumber Waras, kami juga menindaklanjuti temuan BPK soal lahan Cengkareng," kata pria yang akrab disapa Sandi, di Balaikota DKI, Jakarta Pusat.‎

Sandi mengaku, mengetahui kasus sengketa lahan itu saat menyisir berbagai temuan BPK yang akan ditindaklanjuti untuk meraih opini wajar tanpa pengecualian (WTP) terhadap laporan keuangan Pemprov DKI tahun 2017.

"Lahan tanah Cengkareng itu ada kejadian di mana tanah Pemprov sendiri dibeli Pemprov juga. Itu terenyuh saya karena itu menunjukkan sistemnya enggak jalan," kata dia.

Pemprov DKI, lanjut Sandi, harus memperbaiki sistem tersebut. "Salah satunya dengan fokus pada pencegahan korupsi," tegas dia.

Menang Gugatan

Adapun pada tanggal 6 Juni 2017, Pemprov DKI Jakarta dinyatakan menang atas kasus gugatan sengketa lahan 4,6 hektar di Cengkareng. Atas kemenangan itu, BPK menilai Pemprov DKI Jakarta pada masa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 668 miliar.

Menurut Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta Saefullah, pembelian lahan Cengkareng Barat melalui APBD 2015 diputuskan berdasarkan disposisi Ahok kepada Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI Jakarta Heru Budi Hartono dan Kepala Dinas Perumahan dan Gedung Pemda DKI Jakarta Ika Lestari Aji.

Dinas Perumahan DKI Jakarta mengaku membeli lahan tersebut sebesar Rp668 miliar. Akan tetapi, pengakuan tersebut disangkal oleh pemilik lahan, Toeti Noezlar Soekarno. Ia mengaku hanya menerima Rp 448 miliar. Singkat kata, ada 'penyunatan' atau 'korupsi' dana sebesar Rp220 miliar.

Melihat kasus ini, setidaknya ada dua pekerjaan rumah bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengungkap siapa 'dalang' kongkalikong pembelian lahan tersebut dan pelaku pemotongan dana Rp220 miliar.

Layangkan Tagihan

Kepala Biro Humas dan Kerja Sama Internasional Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Yudi Ramdan Budiman mengatakan, Pemprov DKI Jakarta telah menang dalam kasus sengketa lahan di Cengkareng, Jakarta Barat.

"Berdasarkan informasi yang saya peroleh gugatan (pihak ketiga) ditolak dan kami memantau proses yang akan dilakukan Pemda," kata Yudi di Jakarta, Jumat (8/12/2017).

Ia mengatakan, dengan ditolaknya pihak ketiga, Pemprov DKI Jakarta berhak melayangkan tagihan senilai Rp668 miliar kepada pihak ketiga. "BPK sudah memantau tindak lanjutnya oleh Pemda DKI. Tindak lanjut Pemda adalah melakukan penagihan kembali ke pihak ketiga dan ini masih dipantau BPK," kata dia.

Untuk diketahui, Pemprov DKI Jakarta membeli lahan seluas 4,6 hektare di kawasan Cengkareng, Jakarta Barat melalui Dinas Perumahan dan Gedung Pemprov DKI Jakarta (sekarang bernama Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta) pada 2015 seharga Rp668 miliar. Lahan ini dibeli dari pihak swasta atas nama sertifikat hak milik Toety Noezlar Soekarno, warga Bandung, dengan kuasa hukum Rudy Hartono Iskandar.

Pembelian lahan itu kemudian menjadi masalah ketika dalam penelusuran BPK menemukan bahwa lahan itu juga terdata sebagai milik Dinas Kelautan, Pertanian, dan Ketahanan Pangan (DPKPKP).

BPK menilai ada kerugian negara akibat pembelian lahan ini. Uang senilai Rp668 miliar harus dikembalikan terlebih dahulu sebelum Pemprov DKI menggunakan lahan tersebut.‎ [htc]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita