Jokowi Janji Bikin Ekonomi Meroket, Jazuli: Jauh Panggang dari Api

Jokowi Janji Bikin Ekonomi Meroket, Jazuli: Jauh Panggang dari Api

Gelora News
facebook twitter whatsapp


POST METRO - Fraksi PKS DPR RI menggelar diskusi publik evaluasi kinerja pemerintahan Jokowi-JK bertema 'Menagih Janji Ekonomi Meroket, Jokowi 2018 Mau Kemana?', Senin (11/12) di Gedung DPR Senayan. Hadir sebagai narasumber Wakil Ketua Komisi V Sigit Sosiantomo, Kementerian PUPR Danis H Sumadilaga, dan Pengamat Ekonomi CORE Muhammad Faisal.

Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini dalam sambutannya mengatakan, evaluasi akhir tahun pemerintahan Jokowi-JK khususnya di bidang ekonomi merupakan bagian dari kewajiban Parlemen secara konstitusional untuk mengontrol dan memperbaiki kinerja pemerintah.

"Jadi bukan karena PKS sebagai oposisi tapi kewajiban Parlemen yang fundamental yang diamanahkan dalam konstitusi. Hasilnya kita harapkan dapat menjadi masukan perbaikan kinerja pemerintah untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat," kata Anggota Komisi I ini.

Untuk itu, lanjut Jazuli, pihaknya sengaja mengundang pemangku kepentingan dari pemerintah serta pakar dan akademisi agar penilaian lebih objektif, sekaligus memberi ruang pada anak bangsa ikut terlibat dan peduli terhadap perjalanan bangsa dan negara ini.

"Hasil dari diskusi ini bukan untuk mecari-cari kesalahan tapi untuk peningkatan dan perbaikan kinerja. Fraksi PKS ingin bangsa dan negara ini makin maju dan rakyatnya makin sejahtera, penegakan supremasi hukum makin berkeadilan, hukum tegak dan tidak menjadi alat kekuasaan, pembangunan politik demokrasi makin kondusif dan maju, agar tidak ada lagi di negeri ini kecenderungan otoriterianisme yang merusak sendi-sendi demokrasi yang kita bangun sejak dimualinya era reformasi," terang Jazuli.

Jauh Panggang dari Api

Jazuli mengatakan, Pemerintahan Jokowi-JK pada awal memerintah memberikan harapan dan optimisme bahwa ekonomi akan meroket di tahun kedua dan seterusnya. Tapi, dalam evaluasi Fraksi PKS janji itu dinilai masih 'jauh panggang dari api'.

"Kita apresiasi sejumlah capaian positif pemerintah antara lain pada percepatan pembangunan infrastruktur, meski demikian kita tidak boleh abai pada rendahnya capaian ekonomi secara umum terutama dalam aspek fundamental kesejahteraan rakyat," terang Jazuli dalam sambutannya.

Pertama, ekonomi Indonesia belum menunjukkan perkembangan menggembirakan.

"Pertumbuhan ekonomi masih bergerak rata-rata di bawah 5 persen per tahun. Angka tersebut jauh dari target pemerintah, dalam RPJMN 2015-2019 sebesar 7 persen per tahun," katanya.

Kedua, kurang maksimalnya pertumbuhan ekonomi, pada gilirannya memengaruhi kemampuan pemerintah menekan persoalan sosial, seperti kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan pendapatan.

"Jumlah penduduk miskin melonjak pada Maret 2017. Sebagian besar tenaga kerja bekerja di sektor-sektor yang rendah dalam tingkat pendidikan, produktivitas dan upah. Sehingga, relatif sulit menekan ketimpangan pendapatan."

Ketiga, pertumbuhan ekonomi yang rendah, diikuti dengan perlambatan peranan sektor-sektor penyerap tenaga kerja (labor incentive/tradable), seperti sektor pertanian, pertambangan, dan industri pengolahan.

"Peranan sektor tradable terhadap pertumbuhan ekonomi semakin menurun karena minimnya stimulus pemerintah, baik segi pembiayaan maupun nonpembiayaan."

Keempat, Pemerintah pun belum berhasil menaikkan posisi daya saing ekonomi nasional secara signifikan, sehingga realisasi investasi bergerak lamban.

Kelima, Pemerintah sayangnya mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang tidak pro rakyat.

"Satu yang paling nyata adalah penaikan harga-harga barang-barang yang diatur pemerintah, seperti bbm, listrik, dan biaya-biaya administrasi seperti pengurusan STNK, dan biaya-biaya lain termasuk kebijakan perpajakan yang memberatkan." Akibatnya, ekonomi masyarakat pun tergerus oleh inflasi, terutama penduduk 40 persen terbawah. Sementara itu penduduk ekonomi menengah mulai menahan belanja, yang tergambar dari lonjakan simpanan di sektor perbankan.

Keenam, sektor fiskal turut memunculkan kekhawatiran, karena tingginya defisit. Padahal, Indonesia baru saja memeroleh investment grade sebagai apresiasi terhadap pengelolaan fiskal sehat. Tantangan sektor fiskal mengarah pada sulitnya menggenjot pendapatan di tengah-tengah belanja yang terus melonjak. Hal ini menyebabkan kenaikan utang yang cukup tinggi, sehingga membebani keuangan pemerintah ke depan.

Dengan seluruh catatan evaluasi di atas, Fraksi PKS berharap di sisa pemerintahan Jokowi-JK yang tinggal dua tahun akan ada perbaikan signifikan.

"Tahun 2018, ekonomi global diproyeksi membaik dan diharapkan dapat berdampak positif bagi ekonomi nasional. Kekuatan ekonomi masih bertumpu pada konsumsi rumah tangga. Stimulus berupa pesta demokrasi secara serentak menjadi bagian yang tidak terpisah dari optimisme pencapaian pertumbuhan ekonomi 2018. Namun demikian, pemerintah diharapkan tidak mengintervensi ekonomi dengan kenaikan harga-harga barang, yang berpotensi menekan daya beli," pungkasnya.
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita