Bachtiar Nasir: Mau Jadi Apa Indonesia Jika LGBT Dilegalkan?

Bachtiar Nasir: Mau Jadi Apa Indonesia Jika LGBT Dilegalkan?

Gelora News
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co - Dalam Aksi Bela Palestina, Ketua GNPF Ulama, Ustadz Bachtiar Nasir turut menyindir kebobrokan konstitusi di Indonesia. Salah satunya putusan Mahkamah Konstitusi belum lama ini terkait pasal kesusilaan.

Menurut pria yang akrab disapa UBN itu, putusan MK jelas merusak moral bangsa. Sebab dengan kata lain, MK atau negara ini melegalkan zina yang diharamkan oleh Allah Ta’ala.

“Naudzubillah, kita dikagetkan atas putusan MK dan keberpihakan pemerintah melalui Kemenag terhadap pelegalan kaum LGBT dan kumpul kebo. Putusan itu membuat kita geram dan bertanya, mau jadi apa Indonesia ini? Kemaksiatan yang jelas haram namun dilegalkan di negara Muslim terbesar di dunia,” ujarnya dalam Aksi Bela Palestina, Ahad (17/12/2017).

UBN menegaskan pemerintah sudah menentang kebudayaan Indonesia yang santun dan terlebih menentang hukum Allah akan haramnya zina.

“Kita sudah geram, berharap agar MK dibubarkan. Mereka begitu antusias terhadap perilaku dan kegiatan menyimpang namun canggung pada kegiatan keagamaan. Apakah perlu saat ini juga kita tuntut MK dibubarkan?” ungkapnya.

Peserta aksi menyaut seruan tersebut. Sebagian bahkan merespon dengan menyoraki kembali Kemenag yang dianggap mendukung kaum menyimpang LGBT.

“Sabar wahai saudaraku. Kita masih mengakui konstitusi dan hukum yang sah di negara ini. Sehingga kita akan mengikuti prosedur penggugatan dengan cara yang diatur. Saya UBN bertanya bila mana ke depan akan ada aksi menggugat MK apakah umat siap?” tanya UBN yang disahut teriakan “siap” oleh masa aksi.

Perlu diketahui, MK melalui putusannya menolak pengajuan uji materi 3 pasal KUHP terkait tindakan asusila. Yaitu Pasal 284 yang dinilai membatasi larangan perzinaan hanya jika salah satu pelakunya telah menikah; Pasal 285 yang membatasi lingkup pemerkosaan hanya bagi perempuan, dan Pasal 292 yang membatasi larangan hubungan sesama jenis hanya jika dilakukan dengan anak-anak.

Terkait putusan tersebut, MK berdalih tidak memiliki kewenangan untuk merubah pasal yang ada dalam hukum pidana. Menurut MK, yang berhak merubah pasal adalah pembuat KUHP, yakni DPR. [kn]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita