Pengamat: Masalah Pribumi yang Tertindas di DKI itu Bagian dari Fakta

Pengamat: Masalah Pribumi yang Tertindas di DKI itu Bagian dari Fakta

Gelora News
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co - Pidato perdana Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menuai tanggapan dan sorotan tajam dari berbagai pihak. Sebab, ia dianggap membangkitkan perpecahan antar warga.

Pidato tersebut disampaikan Anies di pelataran Balai Kota DKI Jakarta, Senin (16/10) kemarin seusai pelantikannya.

Dalam pidato tersebut, Anies mamakai kata ‘pribumi’ yang lantas menyinggung sejumlah kalangan. Sontak, penggunaan istilah ‘pribumi’ itu dimaknai beragam.

Ini Kutipan Lengkap Pidato Anies Baswedan yang Menyoal Pribumi

Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, pun tak ketinggalan angkat bicara.

Menurut Ujang, sejatinya, pidato Anies itu memang mengangkat realitas kehidupan sehari-hari warga di Jakarta.

“Wajar jika Anies berbicara masalah pribumi yang tertindas di DKI karena itu bagian dari fakta. Fakta harus diungkap dengan sebenar-benarnya,” katanya kepada Rmol (grup pojoksatu.id), Selasa (17/10).

Akan tetapi, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) ini juga meminta Anies untuk tidak hanya asal bicara saja.

Semestinya, jika Anies sebagai Gubernur DKI Jakarta juga harus jeli dan cermat dalam melangkah serta memenuhi kewajibannya sebagai pelayan masyarakat.

Jika memang Anies sudah memiliki kesadaran soal ketertinggalan pribumi atas kelompok sosial lain, Anies semestinya sudah memiliki solusi atas isu tersebut.

“Harus ada kebijakan khusus yang mampu mengangkat harkat dan derajat pribumi,” tegasnya.

Sebelumnya, Peneliti retorika dan media dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Desideria Murti menyatakan, Anies sebaiknya fokus saja pada kinerja, program kerja serta janji-janji manis saat kampanyenya.

“Bukan lagi dengan bunga-bunga kata yang menimbulkan ambiguitas dan dapat membuka kembali wacana suku, agama, ras, dan antar golongan (Sara) dalam konteks diskusi politik masyarakat,” ucapnya.

Lebih jauh, Desi menjelaskan, penggunaan kata pribumi disebutkan dalam Instruksi Presiden 26/1998 tentang Menghentikan Penggunaan Istilah Pribumi dan Non Pribumi dalam Semua Perumusan dan Penyelenggaraan Kebijakan, Perencanaan Program ataupun Pelaksanaan Kegiatan Penyelenggaraan Pemerintahan.

Dia mengakui, kata pribumi kadang diucapkan oleh elite, seperti yang pernah diucapkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang juga beredar sebagai pembanding pidato Anies.

Tetapi, bukan berarti kata-kata itu tidak berdampak, karena siapa yang mengucapkan dan bagaimana istilah dipakai memiliki kekuatan makna berbeda.

Menurutnya, ada proses komunikasi politik yang perlu diperhitungkan, yakni who atau siapa yang mengatakan dan to whom atau kepada siapa itu dikatakan.

“Dalam proses ini, Anies Baswedan sedang disorot soal kampanye SARA yang dituduhkan padanya. Menjadi kontraproduktif ketika kata pribumi dieksploitasi dalam pidatonya. Ini justru mengafirmasi tuduhan SARA kepada Anies,” beber Desi. [psid]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita